Aksi Unjuk Rasa di Kantor Gubernur; Salat di Hadapan Barikade Polisi

MAMUJU--Siang itu, Senin (5/05). Suasana kantor Gubernur Sulawesi Barat tak seperti biasanya. Puluhan kendaraan roda dua dab roda empat terparkir, berlarik rapi. Nyaris hingga bundaran jalan arteri; depan Lanal Mamuju.
Tak hanya itu. Sebagian kendaraan lainnya terlihat terhenti di Jalan Abdul Malik Pattana Endeng, persis di depan Kantor Gubernur Sulawesi Barat, mengular hingga beberapa meter dari gerbang gedung DPRD Sulawesi Barat.
Sejumlah kendaraan tersebut rupanya jadi alat angkut ratusan massa yang melabeli diri sebagai aliansi rakyat Sulbar tolak tambang pasir. Mereka menggelar aksi unjuk rasa menyuarakan penolakannya terhadap aktivitas tambang pasir yang berada di beberapa wilayah; Karossa (Mamuju Tengah), Kalukku (Kabupaten Mamuju), dan Kabupaten Pasangkayu.
Satu persatu perwakilan massa aksi menyuarakan tuntutannya. Lewat perangkat pengeras suara yang telah disiapkan, testimoni seputar dampak buruk dari aktivitas pertambangan pun dilisankan dengan tegas. Aksi unjuk rasa yang tentu saja lengkap dengan sejumlah pernyataan sikap yang ditulis di atas kain spanduk.
"Kehadiran masyarakat hari ini hanya ingin bertemu dengan pemerintah. Kami kemari karena kami takut kampung kami hancur, hilang mata pencaharian kami. Tak ada mata pencaharian lain bagi masyarakat Kayumate (Kecamatan Kalukku, Mamuju) selain menangkap ikan di laut. Jadi kalau masuk tambang, mata pencaharian masyarakat akan hilang. Sebagian masyarakat Kayumate kehidupannya ada di laut, menangkap ikan. Jadi kalau masuk tambang, tidak akan bisa lagi menangkap ikan. Jadi perlu dipertimbangkan ulang," terjemahan bahasa Mandar yang disuarakan dengan tegas oleh salah seorang perwakilan massa aksi siang itu.
Suasana Aksi Unjuk Rasa oleh Aliansi Rakyat Sulbar Tolak Tambang Pasir. (Foto/Manaf Harmay)
Ia berharap agar pemerintah daerah memberi atensi khusus pada nasib masyarakat yang hidup di sekitar wilayah operasional perusahaan tambang. Tetap dengan bahasa Mandar, ia menegaskan, adalah satu kekeliruan besar joika pemerintah membelakangi kepentingan masyarakat.
"Perlu dipikir baik-baik masyarakat ini. Jika ada pemerintah yang tak peduli pada masyarakatnya, berarti itu keliru besar. Kami takut kehilangan kampung, kehilangan mata pencaharian kami," kata dia.
Di bawah teriknya matahari siang itu, massa aksi melantaskan agendanya. Hingga azan zuhur berkumandang sedemikian kencangnya, sebagian dari massa aksi pun memilih mendirikan salat di tengah pentas aksi unjuk rasa.
Mereka 'menghadap' Ilahi, berdiri di jalur gerbang utama kantor Gubernur Sulawesi Barat. Saf yang membentang berhadapan dengan barikade aparat kepolisian yang sejak awal mengamankan jalannya aksi unjuk rasa tersebut, lengkap dengan kendaraan taktisnya. (*/Naf)