Idul Fitri serta Gong Perdamaian di Anjungan Pantai Manakarra

Wacana.info
Pelaksanaan Salat Idul Fitri di Anjungan Pantai Manakarra Mamuju. (Foto/Net)

MAMUJU--Idul Fitri. Sekaligus jadi tanda bulan Ramadan telah pergi jauh meninggalkan kita. la terbang menuju Allah bersama catatan amal Ramadan kita. Catatan tentang kesungguhan hamba menjalani puasa, tentang mereka yang melangkahkan kakinya menuju masjid, tentang ketulusan hamba membacakan ayat demi ayat dalam al Quran, atau catatan tentang tangisan memohon ampun di tengah kesunyian malam. Serta aneka rupa kebaikan-kebaikan lainnya.

Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Sulawesi Barat, Nur Salim Ismail mengajak segenap umat untuk memastikan tak ada lagi ada yang menyimpan luka, kecewa dan dendam. Hal itu disampaikannya dalam khutbah Idul Fitri 1 Syawal 1443 Hijriyah, Senin (2/05). Di hadapan ribuan jamaah salat Idul Fitri di Anjungan Pantai Manakarra, Mamuju.

"Kita merindukan agar tempat ini, tak hanya dihiasi oleh gong perdamaian sebagai aksesoris ruang publik saja. Tapi kelak di hari kemudian, tempat ini juga akan menjadi saksi di hadapan pengadilan Ilahi. Tempat ini akan menjadi saksi di hadapan Tuhan bahwa rakyat dan pemimpinnya adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Mereka mungkin berbeda dalam satu pandangan tertentu. Tapi mereka tak pernah lupa untuk saling mendoakan dalam kebaikan," kata Nur Salim Ismail.

Oleh mantan aktivis HMI itu, muncul kiat dan tips agar siapapun bisa dengan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Pertama, pikirkan orang-orang yang menzalimi, menghina, melecehkan, menyakiti, bahkan menghancurkan masa depan kita. Kedua, tanamkan dalam hati kita, bahwa, 'Aku sudah memaafkanmu karena Allah, semoga Allah juga mengampuni dosa-dosaku'.

"Ketiga, katakan itu secara berulang-ulang. Kalau perlu katakan dengan penuh penghayatan hingga akhirnya dendam dan sakit hati akan menghilang dengan sendirinya," beber dia.

Dalam rumus sosiologi, masih Nur Salim Ismail, berlaku prinsi; An Nasu Ala Diini Mulukihim. Bahwa manusia itu akan terus terarahkan sesuai dengan poros dan watak beragama para pemimpinnya. Di sinilah kita membutuhkan hadirnya para pengayom umat, pelindung rakyat yang memiliki jiwa kemandirian dalam berpikir, bertindak dan berperilaku. Juga memiliki kedewasaan, ketulusan, keikhlasan dan kearifan. 

"Kita rindu doa dan pemaafan rakyat kepada pemimpinnya. Juga doa dan pemaafan pemimpin kepada rakyatnya. Kita rindu kehadiran para tokoh untuk saling bertegur sapa, saling berangkulan, saling berpelukan, saling memaafkan tanpa sedikit pun menyisakan serpihan-serpihan kecurigaan dan kebencian. Kita rindu keteladanan itu hadir dan dimulai hari ini di tempat ini," ucapnya.

Nursalim mengutip Sayyidina Umar bih Khattab; 'sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama'ah, dan tidak ada jama'ah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada (gunanya) kepemimpinan kecuali dengan ketaatan' HR. Al-Darimi: 253

Pun dengan pesan dari seorang Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah; 'tak ada kesuksesan tanpa kekuatan, tak ada kekuatan tanpa persatuan dan kebersamaan, tak ada kebersamaan tanpa tatanan aturan dan kepatuhan'. 

"Semoga di tahun ini, 1 Syawal 1443 Hijriyah menjadi babak baru untuk memulai tatanan kehidupan yang lebih baik di masa-masa yang akan datang. Kita bermohon kepada Allah agar kepergian Ramadan kali ini dapat beranjak bersama jutaan ampunan dari Allah bagi kita semua. Dan terus bermohon kiranya Allah masih memberikan curahan nikmat dan kesempatan untuk berjumpa dengan Ramadhan yang akan datang," simpul Nur Salim Ismail. (*/Naf)