Lari yang Tak Melarikan Diri...

MAMUJU--Kabar Pasien positif covid-19 yang melarikan diri dari RS regional provinsi Sulawesi Barat beberapa hari yang lalu menyita banyak perhatian publik. Beritanya bahkan lebih heboh ketimbang penambahan jumlah kasus positif covid-19 atau informasi pasien yang dinyatakan sembuh.
Pihak keluarga dari dua pasien positif covid-19 memilih untuk melarikan diri dari RS regional itu menganggap, pelayanan di RS rujukan covid-19 ini tidak maksimal. Dua pasien yang memilih kabur tersebut masing-masing kasus 64 berinisial AK (18) dari kecamatan Kalukku serta kasus 65 inisial MY (20) asal kecamatan Mamuju.
Keduanya adalah santri dari pesantren Temboro, Magetan, Jawa Timur.
"Kita sudah memberikan pelayanan yang baik. Memang sempat dikeluhkan soal AC. Tapi kita sudah ganti dengan kipas angin," beber Direktur RS regional provinsi Sulawesi Barat, dr Indahwati Nursyamsi dalam keterangan pers via zoom, Minggu (31/5).
Asupan gizi, berikut pemenuhan obat-obatan kepada para pasien juga tetap dilakukan di RS regional. Kata dr. Indah, justru pasien yang selalu membuang obat lewat jendela.
"Dia tidak makan obatnya karena beranggapan dia tidak sakit. Jadi untuk apa minum obat. Makanya dia selalu buang obat lewat jendela," ungkap dia.
Padahal, menurut dr Indah, hasil pemeriksaan swab terakhir kedua pasien tersebut dilakukan pada 26 Mei, hasilnya masih dinyatakan positif oleh BBLK Makssar.
"Makanya kita sangat sesalkan, karena ini sangat berbahaya jika bercampur dengan keluarganya. Pihak keluarga yang diharapkan bisa bekerja sama, malah mereka yang memaksakan juga anaknya keluar," keluhnya.
Melahirkan diri dari proses perawatan di RS memang bukan tindakan yang tepat. Apalagi jika yang lari itu adalah ia yang sedang mengidap penyakit menular seperti covid-19.
(Foto/Istimewa)
Jika dengan lari mampu mendatangkan kepuasan tersendiri, ada lari yang jauh dari aktivitas melarikan diri. Bergabunglah ke komunitas Mamuju Runners. Di sana, aktivitas lari justru mendatangkan efek yang jauh lebih positif.
Mamuju Runners adalah wadah berbentuk komunitas olahraga lari yang ada di kabupaten Mamuju. Berdiri sejak 17 Oktober tahun 2019 yang lalu, komunitas ini sudah menjadi 'rumah' bagi 71 orang anggotanya.
"Kalau manfaatnya yah salah satunya pasti hidup sehat. Pola makan akan teratur. Terus banyak teman dari berbagai kalangan. Olahraga juga jadi lebih nyaman dan banyak hal-hal positif yang kita dapatkan dengan masuk ke komunitas Mamuju Runners," urai ketua Mamuju Runners, Muhammad Asran kepada WACANA.Info, Senin (1/06).
Dari penuturan Muhammad Asran di atas, jelaslah bahwa aktivitas lari deangan teman-teman di Mamuju Runners jauh lebih bermanfaat, ketimbang lari dalam artian melarikan diri dari proses perawatan di RS regional. Apalagi, masuk ke komunitas tersebut, tak perlu syarat dan ketentuan yang macam-macam.
"Tidak ada syarat tertentu Pak kalau mau bergabung di komunitas Mamuju Runners. Tapi yang penting ikut lari bersama slama tiga kali pertemuan baru bisa masuk komunitas. Termasuk long run yang diadakan setiap sebulan skali," begitu kata dia.
DPRD Minta RS Tingkatkan Pelayanan
Pasien yang melarikan diri dari RS regional Sulawesi Barat di atas memang bukanlah aksi yang terpuji. Namun perlu dicatat, sejumlah kelemahan terkait manajemen di RS kebanggaan warga Sulawesi Barat itu memamng perlu untuk dibenahi.
Anggota DPRD Sulawesi Barat, Muhammad Hatta Kainang menilai, ada beberapa poin yang sebaiknya lebih dimaksimalkan lagi oleh pihak RS regional dalam hal pemenuhan hak-hak pasien. Aspek transparansi informasi jadi poin paling penting menurut Hatta.
"Yang jelas, kami Pansus akan mengatensi hal ini. Beberapa waktu lalu kami sudah wawancara pasien dan tadi kami sudah menonton video orang tua pasien. Satu hal yang kami fokuskan adalah soal hak pasien," ujar Hatta via WhatsApp.
Muhammad Hatta Kainang. (Foto/Manaf Harmay)
Politisi NasDem itu meminta pihak RS regional untuk memberi sentuhan perbaikan pada item rekam medis pasien. Di dalamnya mencakup pengobatan, pemeriksaan, tindakan dan pelayanan yang kata Hatta merupakan hak pasien.
"Yang jelas, manajemen dan hak pasien terkait rekam medis penting di follow up. Karena pasien dan orang tua sering meminta ini. Apalagi itu semua diatur dalam UU No 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran serta UU No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit," sambung pria yang juga wakil ketua Pansus pengawasan recofusing anggaran DPRD Sulawesi Barat itu.
Insiden dua pasien positif covid-19 yang melarikan diri dari RS regional di atas bakal menjadi salah satu isu dalam rapat gabungan Pansus yang diagendakan DPRD Sulawesi Barat pada Selasa (2/06). Selain membincang perkembangan penanganan virus corona di Sulawesi Barat.
Rapat gabungan Pansus DPRD Sulawesi Barat itu rencananya akan dihadiri oleh sejumlah kepala OPD di lingkup pemerintah provinsi Sulawesi Barat. Termasuk dari gugus tugas penanganan covid-19 provinsi Sulawesi Barat. (*/Naf)