Tak Ada Belalang yang Mengaku Elang, Semoga...

Oleh: Abdul Muttalib (Pegiat Sosial)
Ramadhan tahun ini nuansanya jauh berbeda dibanding bulan Ramadhan tahun lalu. Banyak ritual, nilai kebersamaan, bahkan pernak pernik nostalgia ramadhan yang secara simultan dan radikal berubah akibat terjangan covid-19.
Pandemi yang senyap telah menginfeksi sebagian besar belahan dunia. Jarak tempuh pandemi itu, tak hanya sukses melintasi batas georafis wilayah. Melainkan ikut menerobos batas teritori negara, batas sosio kultural, bahkan etika persinggungan manusia dunia. Pelan tapi pasti ikut diubahnya.
Bulan Ramadhan yang dulunya ramai, kini mendadak sepi. Ragam perayaan bulan Ramadhan berubah total. Riuh rendah agenda sahur, road show, ngabuburit dan buka puasa, baik di televisi dan di tengah masyarakat mendadak sunyi. Berganti ritus sosial baru yang dipenuhi rasa mawas, saling curiga. Tak jarang bahkan berujung saling menyalahkan.
Ritus sosial itu tampak lebih nyata ketika himbauan pemerintah dan fatwa lembaga keagamaan tidak banyak diindahkan. Silang pendapat atas pembatasan ibadah di masjid disanggah dengan perbandingan pasar yang terus dibuka. Belum soal debat istilah mudik dan pulang kampung yang terus mengemuka.
Kehadiran covid-19 justru mengafirmasi betapa rentang kesadaran kemanusiaan kita menghadapi wabah pandemi ini. Segala bentuk keilmuan, nilai kebudayaan, bahkan dimensi peradaban manusia yang selama ini dibela, dibanggakan, dan diagungkan seolah tidak banyak berarti.
Covid-19 dengan leluasanya meniupkan teror, sekaligus mengabarkan ihwal keterbatasan manusia. Keterbatasan dalam memaknai ibadah puasa sebagai tirakat sunyi yang memuat ritus, serta ritual keagamaan di bulan Ramadhan kali ini. Tidak lagi sedemonstratif dulu.
"Puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang memberi ganjaran," demkian firman Tuhan. Kini, ibadah puasa itu terasa lebih intim, lebih khusus menuju capaian fitrah yang sedianya ikut memuat empati kemanusian di masa pandemi. Sejenak teringat puisi 'Tiarap' karya KH. Zawawi Imron dalam merespon covid-19.
"Sesudah ini ya Allah, semoga hati kita bersujud kepada-Mu. Semoga tak ada lagi belalang yang mengaku elang, dengan beriman dan tunduk kepadamu ya Allah. Tidak akan muncul petualang yang mengaku pahlawan. Dunia mohon diamankan ya Allah. Tidak ada lagi fitnah, adu domba dan permusuhan. Damaikanlah bumi kami ya Allah. Amin.".