Sudirman dan Yusni, Dua Kisah Pilu Tenaga Honorer di Sulbar
MAMUJU--Tiba-tiba saja, ibu itu meneteskan air matanya ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan oleh ribuan tenaga honorer Kategori 2 (K2) yang menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Sulawesi Barat, Kamis kemarin.
Di ruang batin yang paling dalam, Saya pun dengan jelas merasakan keharuan yang begitu berkecamuk saat ikut meliput aksi unjuk rasa para tenaga honorer K2 hari itu.
Betapa tidak, pengabdian yang selama ini mereka telah tunjukkan dalam statusnya sebagai tenaga honorer, tak juga memberi mereka jaminan akan nasib yang lebih baik di masa depan. Terkatung katung, tak jelas.
Semua atas nama pengabdian. Mereka kadang merasa lelah dengan jalan pengabdian itu, bahkan tak jarang mesti mempertaruhkan nyawa demi eksistensi sebagai seorang tenaga kontrak yang disandangnya.
Seperti yang dijalani Sudirman. Warga desa Sumare Mamuju itu sudah sejak 2015 silam telah berbakti sebagai salah satu tenaga pengajar di SDN Pulau Sabakkatang, kecamatan Kepulauan Bala Balakang, Mamuju.
Separuh hari-harinya sejak menjadi tenaga pengajar di pulau Sabakkatang ia curahkan. Anak dan istrinya pun harus dengan rela ia tinggalkan selama berbulan-bulan lamanya untuk tugas yang mulia itu, tanpa komunikasi sama sekali.
Sungguh sesak dada ini tatkala mendengar kisah Sudirman yang mengaku dirinya tak lagi sempat melihat prosesi pemakaman salah seorang buah hatinya.
"Saya tinggalkan, semua sehat. Saya dapat kabar dari rojer kalau meninggal anak ku. Sudah mi dikubur baru datang ka," tuturnya.
Begitu ia menceritakan pahit getir perjuangannya untuk sampai ke tempat mengajar, membuat saya hanya bisa mengelus dada. kata dia, jika ombak laut sedang tidak bersahabat, ia bersama salah seorang rekannya harus ke Kalimantan terelbih dahulu, kemudian lanjut ke tempat tugas via perahu nelayan.
Dengan cerita penuh pilu di atas, rasa-rasanya tidak pas jika Negara 'menghargai' aktivitas Sudirman dengan gaji di kisaran Rp.300 Ribu sampai Rp. 400 Ribu per bulannya, tapi angka itu yang diterima Sudirman.
Lain lagi dengan Yusni Sampebidang. Tenaga honorer administrasi di kantor kecamatan Karossa. Kepada saya, ia mengaku tiap hari menempuh perjalanan kurang lebih 16 Kilometer dari tempat tinggalnya di desa Sanjango.
Jalan terjal nan berbatu sudah jadi akrab dengan kesehariannya. Kala musim hujan tiba, ibu tiga anak itu mau tidak mau harus absen, tak 'ngantor' lantaran akses jalan ke tempat kerjanya sudah tak bisa diajak kompromi.
"Tidak bisa ki biasa lewat, karena licin," ungkapnya.
Kisah pilu yang dikisahkan oleh Sudirman dan Yusni Sampebidang di atas bisa adalah satu dari sekian banyak getir kehidupan yang bukan tidak mungkin juga dialami oleh tenaga honorer lainnya di Sulawesi Barat.
Itu semua mereka jalani demi sebuah harapan, masa depan yang lebih baik.
Aksi Unjuk Rasa Para Tenaga Honorer Kategori 2 di DPRD Sulbar. (Foto/Lukman Rahim)
Mekanisme yang akan diberlakukan pemerintah dalam proses rekruitmen CPNS tahun 2018 ini menjadi satu dari sekian poin yang dikeluhkan oleh ribuan tenaga honorer K2 dalam aksi unjuk rasanya di DPRD Sulawesi Barat.
Diberitakan sebelumnya, Aksi unjuk rasa tersebut sengaja digelar untuk mendesak kepada pemerintah (eksekutif dan legislatif) agar mengakomodir seluruh tenaga honorer tanpa klasifikasi umur pada rekruitmen penerimaan CPNS tahun 2018. (Keto/A)