Aristoteles Tentang Zoon Politicon
Oleh: Syarifuddin Mandegar (Dewan Pembina Esensi Sulawesi Barat)
Sekitar 384 sebelum masehi, adalah Aristoteles sang filosof Yunani pertama kali memperkenalkan istilah zoon politicon. istilah itu berangkat dari analisisnya terhadap dua jenis makhluk Tuhan berbeda esensi namun memiliki beberapa kemiripan. Yakni manusia dan hewan. Kala itu, Aristoteles mencurahkan perhatiannya pada kedua mahkluk tersebut. Menurutnya, kalau manusia hanya hidup, makan dan minum serta menyalurkan hasrat seksual pada lawan jenisnya maka manusia dengan hewan tidak ada bedanya. Manusia selalu hidup berkelompok dan senantiasa menjalin hubungan dengan manusia lainnya.
Manusia mungkin bisa hidup sendiri-sendiri akan tetapi kesendiriannya tidak bisa berpaling dari kodratnya sebagai makhluk sosial. Salah satu kodratnya adalah hidup bermasyarakat, kendatipun masyarakat tidak memiliki kedirian diluar diri manusia. Secara Psikis, masyarakat merupakan pancaran nilai-nilai kemananusiaan yang berhubungan langsung dengan manusia lainnya.
Pada aspek lain kata Aristoteles, setiap tindakan atau perilaku manusia niscaya berorientasi pada nilai dan dan pancapaian suatu tujuan. Entah tujuannya hanya bersifat sementara atau tujuan jangka panjang. Semuanya menegaskan bahwa manusia dalam tindakannya berbeda dengan hewan. Manusia bergerak mencapai apa yang ia inginkan digerakkan oleh hasratnya yang bersandar pada pikirannya. intelegensia dan pikirannya secara aqliah itulah yang memposisikan manusia sebagai zoon politicon dalam hemat Aristoteles.
Sejalan dengan pmikiran Aristoteles, seorang Filosof tersohor Murtadha Muthahhari lewat literasinya tentang falsafah Agama dan Kemanusiaan. Dia menuturkan dengan kalimat sederhana bahwa manusia seekor hewan atau binatang hanya mengetahui dunia melalui indera luarnya (seperti mencium bau, mendengar, melihat, meraba dan merasakan sesuatu secara naluri).
Karena itulah, kata Murtadha Muthahhari binatang memiliki tingkat pengetahuan yang dangkal dan pengetahuannya bersifat parsial dan tidak mampu menyingkap secara detail tentang realitas yang diketahuinya. sedangkan manusia tidak hanya terbatas pada pengetahuan inderawi saja namun manusia memiki pengetahuan yang luas dan tinggi. Pengatahuannya (manusia) berangkat dari aspek eksternal sesuatu menuju realitas internal sesuatu.
Pandangan kedua filosof meskipun berbeda masa itu, memberikan titik terang bahwa zoon politicon merupakan pisau analisis agar manusia lebih memahami hakikat dirinya di dunia ini yang tidak hanya sekedar hidup, makan dan minum tetapi lebih dari itu, manusia adalah makhluk sosial. Dimana dirinya dengan orang lain memiliki hubungan kemanusiaan. Ketika hubungan itu dicerai berai maka manusia kehilangan kodratnya makhluk berakal.
Lewat pikirannya, manusia mengenal dirinya dan orang-orang disekitarnya sehingga dengan itu ia secara alami dorongan fitrawihnya terhubung langsung dengan sesamanya sehinga dari sinilah manusia mulai membangun hubungan sosialnya. Hubungan sosial inilah yang kita kenal dengan sebutan hubungan kemasyarakatan.
Risalah filsafat Aristoteles selain zoon politicon adalah Etika Nikomechia. Yakni sebuah risalah yang mengajarkan tentang perilaku bajik sebagai aras pengendali perilaku manusia dalam melaksanakan esensinya sebagai makhluk zoon politicon dalam konteks merawat dan mengembangkan watak kemasyarakatannya. Jika watak ini lenyap dari interaksi antar manusia maka unsur manusia akan berubah menjadi unsur hewani.
pada akhirnya interaksi politk, budaya dan sosial merupakan indikator penilaian apakah kita adalah benar-benar zoon politicon berwajah Etika Nikomechia atau justru sebaliknya zoon politicon berawajah hewani atau binatang.
Wassalam...