Luruskan Shaf dan Rapatkan !

Wacana.info
Dr, Anwar Sadat, M.Ag

Oleh: Dr, Anwar Sadat, M.Ag (Wakil Ketua Ketua III STAIN Majene)

"Jangan lupa bahagia". Demikian isi pesan sejumlah netizen mengakhiri update status atau broadcast mereka di ragam media sosial. kalimat ini memang terasa ringan diucapkan akan tetapi untuk ukuran kondisi sekarang seakan menjadi sesuatu yang berat untuk diwujudkan.

Betapa tidak, kita telah merasakan bagaimana sulitnya beraktifitas di empat bulan terakhir. Terutama jika melihat jatuhnya korban meninggal berpadu dengan melonjaknya kebutuhan hidup di berbagai aspek. Belum lagi asumsi ke depan menghadapi hari raya Idul Adha dengan sejumlah PR yang masih tersisa.

Sungguh miris membayangkan saudara-saudara kita yang masih berada di ruang-ruang karantina atau setidaknya menanti sanak saudaranya yang masih tertahan nun jauh di wilayah zona merah.

Adalah benar kata orang bijak bahwa kebahagiaan butuh perjuangan, perjuangan butuh kesabaran, kesabaran harus menggandeng keikhlasan dan keikhlasan harus berlandaskan niat yang teguh. Hanya niat teguh yang tidak mudah dimakan oleh parasit abadi manusia; syaithan.

Anjuran sebagian penghuni jagat Sosmed untuk tidak lupa berbahagia sesungguhnya mencoba untuk menstimulus syaraf-syaraf yang tegang agar tidak terlalu di paksa bekerja keras yang pada gilirannya bisa berujung stres. Ada saat dimana kita harus berhenti dan melakukan reinstal guna mencek suhu tubuh, jiwa dan qalbu agar tetap terjaga suasana kebathinan dalam kadar yang normal.

Dari kondisi ini kita tentu mendapat pembelajaran besar untuk melakukan terapi internal sebelum mengambil langkah-langkah strategis secara eksternal.

Harus disadari bahwa masalah kali ini bukan persoalan sepele yang biasa selesai lewat perbincangan di warung kopi atau selesai dengan sekedar keluarnya surat edaran (SE). Akan tetapi masalah global yang berimbas ke dalam negeri menuntut kita agar ekstra aktif mencari solusi bersama tanpa harus mencederai kebersamaan.

Pandangan, paradigma, tafsir, interpretasi, mazhab atau sejumlah metodologi berpikir lainnya boleh berbeda. Tapi kebersamaan dan kerukunan tetap harus terpelihara. Inilah yang dimaksud oleh ulama kita agar senantiasa menjaga jamaah.

Selama ini, setiap kita melaksanakan shalat berjamaah di masjid, imam selalu mengingatkan agar merapatkan dan meluruskan shaf. Secara filosofis, sungguh ungkapan ini bukan sekadar arahan untuk merapatkan atau meluruskan barisan fisik saat shalat. Akan tetapi bisa juga bermakna tetap jaga keutuhan dan kebersamaan serta suasana bathin di tengah masyarakat setelah shalat.

Hal ini tidak terkecuali saat kondisi tidak memungkinkan untuk bertemu secara fisik. Dalam ungkapan terdahulu bahwa physical distencing yes, social interaction juga tetap terpelihara.

Prof. Dr. H. Hamqa Haq, Guru Besar Filsafat Hukum Islam UIN Alauddin Makassar dalam sebuah karyanya Falsafah Ushul Fiqhi mengungkapkan bahwa para ahli hukum Islam bersepakat bahwa syariat Islam bertujuan untuk menjaga lima hal, yakni:

1). Menjaga agama;

2). Menjaga jiwa ;

3). Menjaga akal ;

4). Menjaga keturunan, dan;

5). Menjaga harta.

Beliau menambahkan satu point mendasar (yang ke 6) bahwa kita juga patut menjaga keutuhan jamaah.

So, meskipun sekarang ada himbauan untuk sementara waktu tidak berjamaah di masjid dan menggantikannya dengan berjamaah di rumah saja bersama keluarga, tetap saja kita wajib merapatkan shaf kemanusiaan, shaf kebersamaan, shaf solidaritas demi keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia.

"Sesungguhnya Allah suka kalau keringanan-keringanan-Nya dimanfaatkan, sebagaimana Dia benci kalau kemaksiatan terhadap perintah-perintahNya dilakukan" (HR. Ahmad, dari Ibn 'Umar ra.).

Wallahu a'lam bis shawab