Menuju Pemilu 2024

Pro Kontra Penggunaan Sistem Proporsional Terbuka atau Tertutup

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--Wacana penggunaan sistem proporsional tertutup pada pelaksaan Pemilu tahun 2024 kian memicu kontrioversi. Ada yang menilai, metode itu hanya akan mengebiri semangat demokrasi, tak sedikit juga yang menganggap penggunaan sistem proporsional tertutup adalah langkah yang tepat.

Akademisi UNIKA Mamuju, Rahmat Idrus menilai, sistem proporsional terbuka di Pemilu 2024 masih menjadi opsi yang terbaik. Kata dia, wacana penggunaan proporsional tertutup mulai dibunyikan 'hanya' karena adanya gugatan ujian materi terhadap UU Pemilu.

Ia menguraikan, ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

"Kalau saya sistem proporsional terbuka lebih sesuai dengan asas kepemiluan yang terkandung dalam UUD 1945," ungkap Rahmat Idrus, pria yang juga Ketua Asosiasi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi (APHTN-HAN) Sulawesi Barat itu, Senin (2/01).

Masih oleh Rahmat Idrus, sistem proporsional terbuka punya kelebihan yakni masyarakat bisa mengetahui siapa yang akan menjadi perwakilannya di lembaga legislatif. Masyarakat pun dapat menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada person yang dianggap memiliki kapasitas.

"Jadi bukan hanya semata-mata partai. Beda dengan sistem proporsional tertutup karena Parpol memiliki kewenangan penuh," sambung dia.

Rahmat Idrus. (Foto/Manaf Harmay)

Penggunaan sistem proporsional tertutup masih akan hadap-hadapan dengan tantangan yang belum juga dapat dijawab utamanya oleh partai politik. Ideologi partai belum maksimal mengakar ke masing-masingf kader partai. Pengkaderan partai tidak lagi jalan dengan massif, begitu Rahmat menilainya.

"Jual beli kursi akan terjadi, karena partailah berhak menentukan yang bisa duduk di DPRD," cetus mantan aktivis HMI itu.

Terpisah, pengamat politik dan pemerintahan Unsulbar, Ahmad Amiruddin memilih berdiri di posisi berseberangan dengan apa yang disampaikan Rahmat Idrus di atas. menurut Ahmad, justru sistem proporsional tertutup-lah opsi yang paling pas untuk diterapkan di Pemilu 2024 mendatang.

"Lebih berkeadilan bagi kader-kader partai," ujar Ahmad Amiruddin.

Baginya, sistem proporsional terbuka menafikkan esensi pola kaderisasi di internal partai politik. Lebih mengedepankan perolehan suara terbanyak hingga pemilik suara terbanyaklah yang memperoleh kursi.

"Ini bisa dsebabkan karena finansial yang kuat dan merupakan orang dikenal tetapi seringkali ia adalah orang baru dalam partai," ujarnya.

Di waktu yang sama, sistem proporsional terbuka juga meninggalkan tantangan bagi kader-kader partai yang telah sekian lama mengabdi di partai politik tertentu. Yang secara finansial kurang kuat, hingga seringakali ia tak mendapatkan kesempatan terpilih hanya karena dukungan finansial yang minim.

Ahmad Amiruddin. (Foto/Net)

"Makanya seringkali partai hanya mencari figur terkenal. Artis atau orang yang punya finansial yang kuat," beber dia.

"Tapi ini akan sangat menguntungkan partai-partai besar. Hemat saya, proposrsional tertutup baik akan tetapi perlu juga ada syarat agar tetap ada peluang bagi pendatang baru dalam partai politik agar tetap punya peluang yang sama. Misalnya standar perolehan suara. Biar tetap terjadi persaingan yang sehat dan peluang yang sama, baik kader lama maupun kader baru,"  pungkas Ahmad Amiruddin. 

Untuk informasi, terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka adalah sistem Pemilu di mana pemilih memilih langsung wakil-wakil legislatifnya.

Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja. Nantinya partai politik yang akan memilih anggota legislatif berdasarkan perolehan suara yang telah mereka raih. 

Gugatan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dimohonkan sejumlah warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK) jadi pelecut kian kencangnya wacana penggunaan sistem proporsional tertutup pada Pemilu tahun 2024 nanti. Para pemohon meminta agar MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional, sehingga sistem Pemilu di Indonesia dapat diganti dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. (*/Naf)