Pemprov Terbitkan SE Nomor 17, Bagaimana Nasib Paripurna Interpelasi ?

Wacana.info
Muhammad Hatta dan Muhammad. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--DPRD Sulawesi Barat mengagendakan ulang rapat paripurna interpelasi pada hari Senin (9/08). Reschedule paripurna tersebut dilakukan lantaran agenda serupa yang dilaksanakan Rabu (2/8) tak dihadiri Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar.

Undangan resmi pun (kembali) dilayangkan DPRD. Dalam undangan yang diteken Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat, Abdul Halim itu, DPRD membeberkan agenda utama dalam paripurna yakni mendengarkan penjelasan Gubernur atas keputusan hak interpelasi, sekaligus pandangan DPRD terhadap penjelasan Gubernur atas keputusan DPRD terhadap hak interpelasi.

Undangan DPRD Sulbar untuk Paripurna Interpelasi. (Foto/Istimewa)

Di lain sisi, Gubernur Sulawesi Barat lewat Surat Edaran (SE) Nomor 17 tahun 2021 menginstruksikan penyesuaian sistem kerja ASN dalam pencegahan Covid-19. Salah satu poin dalam surat edaran tersebut dijelaskan tentang penyesuaian sistem kerja dengan mengatur jumlah ASN dan Non ASN yang melaksanakan tugas di kantor (work from office) dan/atau di rumah/tempat tinggal (work from home) mulai tanggal 6 sampai dengan 13 Agustus 2021.

Lalu bagaimana dengan nasib paripurna interpelasi yang akan digelar DPRD ?. Bukankah edaran tentang penyesuaian sistem kerja di atas justru membuka peluang bagi Gubernur untuk (lagi-lagi) absen dari agenda tak kalah penting yang dihelat DPRD ?.

Salah satu inisiator hak interpelasi, Muhammad Hatta menyimpan kecurigaan bahwa terbitnya surat edaran nomor 17 itu bakal dijadikan alasan Gubernur untuk tak menghadiri undangan DPRD. Terlebih jika bercermin pada paripurna sebelumnya saat Gubernur memilih untuk membatalkan kehadirannya di tengah paripurna DPRD telah benar-benar siap untuk dilaksanakan.

"Kami tetap akan menggelar paripurna. Karena PPKM level 3 sesuai instruksi Mendagri Nomor 29 Tahun 2021, kerja di kantor itu hanya 25 Persen. Artinya skema paripurna tetap dilaksanakan dengan standar yang disepkati sesuai instruksi yang dimaksud," ucap Hatta dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/08).

Apapun alasannya, Gubernur wajib hadir pada paripurna tersebut. Menurut Hatta, Sulawesi Barat masuk kategori PPKM level 3, bukan level 4.

"Ini PPKM level 3. Beda kalau level 4. Jadi paripurna akan prokes tetap dan membatasi jumlah yang hadir dalam ruangan. Fraksi-fraksi akan mengatur anggota nya siapa yang hadir di kantor siapa yang di rumah," begitu kata Muhammad Hatta.

Biar Bolanya Tidak Liar, Gubernur Harus Hadir

Penggunaan hak interpelasi berangkat dari desakan DPRD agar Gubernur segera meneken SK hibah Bansos. Selain karena waktu tahun anggaran yang kian tipis, eksekusi hibah Bansos pun diyakini akan sangat membantu perputaran ekonomi masyarakat di tengah lesunya gairah perekonomian masyarakat saat ini.

SE Nomor 17 Tahun 2021. (Foto/Istimewa)

Pengamat politik dari Universitas Sulawesi Barat, Muhammad menyarankan Gubernur untuk baiknya hadir sekaligus menjelaskan apa yang menjadi pertanyaan DPRD via hak interpelasi itu. Jika dibiarkan 'liar' seperti ini, publik bisa mengopinikan Gubernur sebagai tak berpihak pada kepentingan masyarakat.

"Hibah itu kan anggaran yang mestinya berjalan. Mulanya jelas berawal dari perencanaan antara DPRD dan Gubernur. Eksekutif dan legoslatif membahas dan kemudian ditetapkan. Artinya diundangkan itu anggaran, ditetapkan melalui paripurna. Ketika itu ditetapkan, artinya dia sudah berkekuatan hukum. Wajib dilaksanakan oleh Gubernur. Adapun misalnya, kenapa tidak dijalankan, nah di situ perlu digunakan fungsi-fungsi pengawasan di DPRD," terang Muhammad.

Jika dibiarkan terus menggelinding tanpa penegasan tentang duduk persoalannya, Muhammad khawatir, publik bakal menuding dinamika yang terjadi antara eksekutif dan legislatif saat ini sarat dengan kepentingan politik. Lepas dari misi ideal yang awalnya jadi poin yang diperjuangkan.

"Secara politis, langkah Gubernur itu bisa diopinikan oleh publik bahwa Gubernur ini tidak peka di tengah kesulitan masyarakat di tengah pandemi ini. Karena tidak menganggap serius ini apa-apa. Penting itu untuk dijalankan prosedurnya," sambung Muhammad.

"Semua pihak betul-betul harus mengawal ini, interpelasi ini. Karena ujungnya interpelasi ini bisa saja angket. Jangan sampai itu terjadi. Kalau terlalu liar bolanya menggelinding, kekhawatiran kita ini ini, publik akan menilai bahwa ini semua jadi ajang politisiasi menjelang 2024 dan seterusnya. Artinya sudah melenceng dari niat awal bahwa DPRD melayangkan interpelasi itu berangkat dar keseriusan mengawal kesejahteraan masyarakat Sulbar," tutup Muhammad. (Naf/A)