OPINI

Bumi Mandar, Tanah Penuh Puisi

Wacana.info
Penulis Bersama Dr. Kiyai Zamawi Imran. (Foto/Istimewa)

Oleh: Dr. Farid Wajdi, M.Pd (Staf Ahli Gubernur Sulawesi Barat)

Ada nuansa lain dan berbeda saat saya mengikuti dialog sastra  dan puisi di Baruga Kayyang Taman Budaya dan Museum Buttu Cipping, Tinambung beberapa hari lalu. Di sana, dialog sastra meninggalkan jejak ritme dan degup tersendiri yang saya rasakan, bisa jadi juga dirasakan oleh sejumlah perseta lainnya.

Muatan dan vibrasi yang kuat diserap secara berbeda. Sesuai keluasan dan kelenturan pada ruang batin bagi masing masing kita yang hadir. Semakin luas dan lentur, kekuatan serapnya pun semakin tinggi.   

Sebegitu membekasnya bagi saya yang sempat hadir pada pembukaan pekan sastra Sulawesi Barat dengan tema 'Husni Djamaluddin; the next generation ke-4' yang diinisiasi oleh UPTD taman budaya dan museum dinas pendidikan dan kebudayaan daerah Provinsi Sulawesi Barat. 

Sederet pembicara kondang, macam penyair dan budayan nasional, Dr. Kiyai Zamawi Imran, Dr. Yundini Husni Djamaluddin, serta Mawan Belgia mengisi sesi dialog tentang sastra yang dipandu dengan cukup berisi oleh moderator, Ahmad Akbar, S.,Pd.

Getaran dan keseruan pada sesi dialog kian membuncah tatkala sejumlah pernyataan setengah menggungat muncul dari peserta; mengapa Husni Djamaluddin tak banyak menulis tentang Mandar dalam puisi-puisinya ?, bahkan hingga di penghujung nafasnya karyanya, Mandarpun tak begitu gamblang dalam bait baitnya. 

Benarkah panglima puisi Indonesia itu tak menulis kata Mandar dalam puisinya ?. Padahal di karyanya yang lain, Husni menyebut 'Toraja' lewat "dengan apa kesebut namamu Toraja”. Ia bahkan menyebut beberapa kota di Israel. 

Pertanyaan di atas begitu menggelinding di benak. Menyeruak di ruang batin di setiap detiknya. Hingga sebuah puisi yang ditulis dan dibacakan oleh Kiyai Zamawi Imran berjudul 'Dari Husni ke Sulbar' seolah jadi jawabannya. Menurutnya dia, Sulawesi Barat adalah jejak-jejak puisi dari Husni Djamaluddin. 

Mengapa Sulawesi Barat disebut sebagai jejak puisi yang ditinggalkan oleh Husni Djamaluddin ?.

Dua tahun sebelum Sulawesi Barat lahir. Di Tahun 2002, Husni Djamaluddin berkesempatan membawakan pidatonya. Di sana ia menegaskan, kelak jika Sulawesi Barat mewujud, provinsi ini akan kita namai dengan provinsi Malaqbiq. Provinsi yang termulia di Indonesia. Berisikan orang-orang yang berani mengatakan tidak pada pilihan yang kusam.

Istilah 'Malaqbiq' lahir dari pergelutan dalam kehidupan sosial budayanya, hasil interaksi yang sedemikian panjang. Sebuah muara dari konteplasi dan pertemuannya pada tanah dan  langit Mandar. 'Malaqbiq' ditulis di atas tanah dan di bawah langit Sulawesi Barat. 

Bicara tentang nilai yang menginspirasi dan menjadi nilai patokan dalam setiap waktunya. Hampir sama dengan nilai 'siriq dan pacce' yang berlaku bagi masyarakat Bugis Makassar. Sebuah nilai tertinggi yang diyakini oleh masyarakat Bugis Makassar.

'Pacce berarti tenggang rasa, ikut serta merasakan segala kepedihan, penderitaan yang dialami oleh saudaranya. Sementara 'siriq' berarti harga diri. Maka jika saudaranya terluka dan menderita, ia mengerahkan segala kemampuan untuk membantu saudaranya sebagi bentuk menjaga harga dirinya.

Sementara 'malaqbiq' adalah nilai  yang menjadikan orang terhormat. Mengutamakan memberi, bukan menerima. Menjadi terhormat dan termulia sebab mampu menghormati dan memuliakan pihak lain.

Orang  malaqbiq itu adalah orang yang memiliki integritas tinggi. Cermin dari integritas adalah keberanian dan kerendahan hati, taat  pada aturan yang disepakati. Sedangkan keberanian adalah sikap pendirian yang mampu menolak dan berkata tidak.  

'If you don’t stand for something, you will fall for anything'; jika anda tidak berdiri untuk sesuatu, anda akan jatuh pada apa pun (Gordon A Eadie). 

Malaqbiq ini akan memandu kita pada Mandar yang berintegritas dan berkemampuan keduanya membangun karakter  'Our character  is what we do when we think no one is looking' (H. Jackson Brown). Karakter kita adalah apa yang kita lakukan ketika kita berpikir tidak ada yang melihat. Bahkan karakter adalah semua alas utama tempat struktur, system, gaya dan keterampilan terbaik berdiri.

'Character is foundational. All else builds on this cornerstone even the very best structure, system, style, and skill can’t compensate completely fordeficiencies in character' (Stephen R Covey). Karakter lebih penting daripada kompetensi.

Sebelum Husni Djamaluddin menuju keabadiannya, Ia menitipkan  sebuah puisi tentang Mandar  yang diberi judul 'Malaqbiq'.

Puisi ini dimulai saat palu terketuk di mejasakral DPR RI, 29 September tahun 2002. Puisi itu pun menyisakan bait-bait berikutnya untuk diisi oleh generasi setelah Husni Djamaluddin, untuk menyambung bait-bait berikutnya hingga menjadi satu puisi yang utuh. 

Melengkapi bait pusi itu hanya bisa mewujiud jika setiap pribadi menjadi penguasa bagi takdirnya sekaligus jadi kapten bagi segenap jiwanya.

'If he master of his fate and if he captain of his soul' (Dr. Yundini Husni Djamaluddin)

(Buttu Cipping, Tinambung, 28 November 2025)