Pilkada Majene di Level Sedang, Tapi...

Wacana.info
Pesisir Kota Majene. (Foto/Net)

MAMUJU--Berbeda dengan tiga kabupaten lainnya (Mamuju, Mateng dan Pasangkayu) yang masuk 10 besar daerah rawan konflik Pemilukada, kabupaten Majene 'hanya' dikategorikan sedang. Hal itu sesuai dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilukada tahun 2020 yang dirilis Bawaslu RI belum lama ini.

Anggota Bawaslu Sulawesi Barat, Supriadi Narno menjelasakan, secara nasional, dari 216 kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pemilukada tahun 2020, kabupaten Mamuju dengan (78,01) menduduki skor kerawanan tertinggi kedua setelah kabupaten Manokwari. 
Kabupaten Mamuju Tengah (71,02), di peringkat 7 paling rawan secara nasional. Sementara kabupaten Pasangkayu (70,20) menduduki peringkat 10.

"Jika melihat data yang tersaji, ketiga kabupaten di Sulawesi Barat tersebut digolongkan rawan level 6, atau level tertinggi berdasarkan teori yang digunakan oleh peneliti dalam membaca data kuantitatif yang terkumpul. Sedikit berbeda ialah kabupaten Majene (48,10) dan berada pada rawan level 3 atau sedang," terang Supriadi Narno dikutip dari kolom opini harian Radar Sulbar edisi Jumat, 28 Februari 2020.

Meski ada di level sedang, potensi kerawanan pelaksanaan Pemilukada di 'bumi assamalewuang' itu tetap ada. Menurut Supriadi, dimensi partisipasi politik tergolong tinggi di kabupaten Majene dengan poin 66,55.

"Kerawanannya ditopang oleh berbagai sub dimensi sebagaimana di Mamuju dan Mamuju Tengah," ujar Supriadi Narno.

Dimensi partisipasi politik merupakan satu dari empat dimensi yang digunakan Bawaslu RI dalam mengukur IKP tahun 2020. Selain partisipasi politik, ada juga dimensi konteks sosial politik, dimensi pemilu yang bebas dan adil serta dimensi kontestasi. 

Pilkada Majene yang 'Adem-Adem' Saja

Nyaris tak pernah terdengar kasus menonjol pada setiap pelaksanaan sejumlah momentum politik di kabupaten Majene. Kondisinya berbeda dengan gelaran pesta demokrasi di kabupaten lain yang acap kali menyisakan problem. 

Pengamat politik dari Universitas Sulawesi Barat, DR Muhammad menilai, kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat Majene yang relatif homogen.

"Secara sosiologis masyarakatnya masih relatif homogen. Kurang masyarakat pendatang. Sehingga gesekan baik elit dan massanya relatif bisa diantisipasi dengan pendekatan yang lebih soft," ujar DR Muhammad.

Maka wajar bila Bawaslu RI menempatkan kabupaten Mamuju, Mateng dan Pasangkayu di deretan 10 besar daerah paling rawabn konflik pada pelaksanaan Pemilukada tahun ini.

"Tiga kabupaten lainnya yang berpilkada cenderung heterogen, sehingga potensi konflik juga cenderung lebih besar. Secara politik, kemajemukan masyarakat juga terkadang menjadi pertimbangan konfigurasi pasangan kandidat," begitu kata DR Muhammad. (Naf/A)