OPINI

Urgensi Data Pertanian Berkualitas

Wacana.info
Pertiwi Tanihaha, SST.,MM. (Foto/Istimewa)

Oleh: Pertiwi Tanihaha, SST.,MM (Statistisi Ahli Muda)

Sektor pertanian semakin terpinggirkan. Marginalisasi sebenarnya tidak hanya terjadi di Sulawesi Barat. Tahapan pembangunan di berbagai belahan dunia secara umum juga mengisyaratkan bahwa sektor primer akan mengambil porsi yang semakin kecil seiring berkembangnya industri maupun jasa-jasa. Indikator yang cukup nyata menggambarkan kondisi ini adalah menurunnya kontribusi sektor pertanian dalam penciptaan nilai tambah serta penurunan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian.

Meskipun demikian hingga saat ini, pertanian masih memainkan peran sangat krusial.
Pertanian juga telah menjadi sektor yang terbukti tangguh dalam banyak situasi. Terakhir, saat sektor lain anjlok dihantam Covid-19, pertanian tetap mampu tumbuh positif. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada tahun 2020, saat ekonomi Sulawesi Barat jatuh ke angka minus 2,42 persen, sektor pertanian masih tumbuh positif 0,54 persen. Kontribusi pertanian pada perekonomian Sulawesi Barat hingga saat ini pun masih yang paling dominan. 

Sektor pertanian juga masih menjadi tumpuan hidup kebanyakan masyarakat Sulawesi Barat. Posisi pertanian yang begitu penting, ternyata tidak sejalan dengan kesejahteraan di tingkat petani. Pendapatan petani terbilang rendah dibandingkan sektor strategis lainnya. Sehingga cukup masuk akal jika pertanian semakin ditinggalkan. Salah satu indikator yang diharapkan menjadi gambaran akan daya beli petani yaitu NTP (Nilai Tukar Petani). 

NTP sebagai simbol daya beli petani khususnya di pedesaan memang menunjukkan bahwa besaran indeks secara umum mencapai di atas 100 pada setiap bulannya. Sehingga dapat diartikan bahwa daya beli petani secara umum masih baik mengingat apa yang dihasilkan atau diterima melampaui apa yang harus dibayarkan baik itu untuk biaya produksi maupun konsumsi rumah tangganya.

Namun jika melihat besaran indeks yang tipis di atas 100 yaitu antara 105 sampai 132,
dapat pula dikatakan bahwa selisih antara apa yang diterima dan apa yang dibayarkan tidak terlampau besar. Selain itu, besaran NTP yang tidak mengalami perubahan yang signifikan dari waktu ke waktu dapat menjadi gambaran lambatnya peningkatan kesejahteraan petani. Sehingga keyakinan bahwa pendapatan petani belum mengalami perbaikan juga tidak sepenuhnya dapat disalahkan.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian, belakangan ini gencar mempromosikan pertanian berbasis teknologi atau smart farming. Targetnya adalah lahir 2,5 juta petani milenial secara nasional hingga tahun 2024. Program petani millennial tersebut layak didukung, mengingat generasi milenial sangat cepat beradaptasi dengan perubahan dan cerdas dalam berinovasi. Target tersebut didasarkan pada adanya kebutuhan petani handal dan mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi khususnya di sektor pertanian. Perkembangan teknologi begitu cepat, telah memaksa seluruh sektor beradaptasi termasuk pertanian. Sehingga pertanian berbasis teknologi menjadi keharusan dan generasi milenial dianggap mampu melakukannya.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, 25,67 persen penduduk sulawesi barat adalah milenial dan banyak di antara mereka belum terserap di dunia kerja. Tentu tak mudah menarik generasi ini untuk terjun ke sektor pertanian. Namun, dengan pendekatan teknologi dan model petani milenial yang telah sukses, diharapkan mampu mengubah pandangan mereka terhadap pertanian yang selama ini dianggap tidak menarik.

Tantangan lainnya adalah masalah ketersediaan data. Data produksi, harga, distribusi, dan sebagainya, seringkali sulit diperoleh, apalagi harus dikumpulkan di tingkat petani dan pada level yang kecil. Hal ini memunculkan kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan data pertanian dalam mendukung penyediaan data yang akurat dan cepat yang pada akhirnya menyulitkan dalam pengambilan kebijakan. Hal mutlak yang perlu dilakukan untuk membangun sektor pertanian adalah ketersediaan data pertanian yang lengkap, terpercaya, terstandarisasi dan tervalidasi tidak hanya secara
nasional, tetapi juga secara internasional.

Dalam rangka penyediaan data pertanian yang berkelanjutan, BPS akan segera menyelenggarakan kegiatan pendataan pertanian yang mencakup seluruh petani secara nasional yakni Sensus Pertanian 2023 atau disebut dengan ST2023. Kegiatan ST2023 dirancang dengan mengacu kepada program FAO yang dikenal dengan World Programme for the Census of Agriculture (WCA), agar hasil yang diperoleh berstandar Internasional. 

Cakupan kegiatan pertanian dalam ST2023 meliputi 7 subsektor, yaitu Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, Kehutanan dan Jasa Pertanian. Data ST2023 yang dihasilkan diharapkan dapat menjawab isu-isu strategis terkini di sektor pertanian seperti Urban Farming, Perhutanan Sosial, Petani Millennial, Petani Gurem, Indikator SDGs Pertanian, Small Scale Food Producer (Petani skala kecil) sesuai standar FAO dan Geospasial Statistik Pertanian. Sensus juga diharapkan mampu mewujudkan target program Satu Data Pertanian yang akurat, mutakhir dan dapat dibagi pakaikan dengan akses yang mudah, murah, dan cepat.

Momentum ST2023 yang hanya dilakukan sekali sepuluh tahun diharapkan dapat diselenggarakan dengan baik. Pelaksanaan sensus ini perlu didukung oleh semua elemen bangsa agar data yang akan dihasilkan tepat dan akurat. BPS sebagai produsen data pemerintah tentu tidak akan sanggup berjalan sendirian dalam mewujudkan data pertanian berkualitas. Untuk itu diperlukan kolaborasi semua pihak, mulai dari kementerian/ lembaga, pemerintah daerah, swasta, masyarakat hingga para petani itu sendiri.

Bagaimana masyarakat bisa berkontribusi pada sensus pertanian 2023 nanti? Mudahnya, dengan berikan jawaban yang jujur dan lengkap kepada enumerator. Lebih dari itu jika masyarakat ingin menjamin kualitas yang baik maka perlu mengadukan kepada penyelenggara jika menemukan moral hazard dari petugas. Dengan cara-cara tersebut kita bersama-sama, sudah memiliki andil dalam mencatat pertanian Indonesia untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. (*)