Jumlah Kursi di Tiga Kabupaten yang Berkurang, serta Bersih-Bersih Data oleh Disdukcapil
MAMUJU--KPU RI, lewat keputusan Nomor 457 tahun 2022 telah menentukan jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota dalam pada Pemilu Tahun 2024. Dalam keputusan KPU yang ditetapkan pada 5 November 2022 tersebut, jumlah kursi untuk tiga kabupaten di Sulawesi Barat dipastikan berkurang.
Kabupaten Polman yang di Pemilu 2019 lalu punya jumlah kursi DPRD sebanyak 45, untuk Pemilu 2024 nanti berkurang menjadi 40 kursi. Mamasa dan Pasangkayu awalnya punya 30 kursi DPRD, berkurang menjadi 25 kursi.
Sementara Majene dan Mateng berdasarkan keputusan KPU di atas punya alokasi kursi DPRD tetap; 25 kursi. Pun dengan Kabupaten Mamuju yang tetap dengan 30 kursi DPRD.
Komisioner KPU Sulawesi Barat, Said Usman Umar mengungkapkan, pihaknya memang telah memprediksi jumlah kursi di tiga kabupaten tersebut bakal berkurang. Itu didasarkan pada data jumlah penduduk pada semester pertama tahun 2022.
"Karena jumlah penduduk yang kami amati di semester pertama tahun 2022, sehingga kami anggap masih berpotensi. Tetapi di tanggal 7 November, keluar SK KPU terkait dengan jumlah alokasi kursi di tiap Dapil kabupaten se-Indonesia. SK itu didasari pada Data Aggregat Kpendudukan per-kecamatan yang diserahkan oleh Kemendagri ke KPU. Berdasaran keputusan KPU tersebut, maka Polman, Mamasa dan Pasangkayu itu jumlah kursinya berkurang lima kursi," terang Said Usman kepada WACANA.Info, Kamis (10/11).
Meski pelaksanaan Pemilu baru akan digelar di tahun 2024 mendatang, alokasi kursi untuk Dapil di kabupaten yang tertuang dalam keputusan KPU Nomor 457 tahun 2022 itu bersifat final. Terlebih jika melihat tahapan Pemilu 2024 yang termaktub dalam PKPU 3 tahun 2022 bahwa penyerahan Data Aggregat Kependudukan 2 per kecamatan dari Kemendagri ke KPU itu dilaksanakan di 14 Oktober 2022.
Komisioner KPU Sulbar, Said Usman Umar. (Foto/Facebook)
"Nah itu menjadi rujukan KPU untuk menyusun Dapil. Penyusunan Dapil itu dimulai tanggal 6 November. Penyusunan Dapi ini berarti sudah ada alokasi kursi. Itu berdasarkan SK KPU 457. Otomatis, berdasarkan tahapan tersebut, maka jumlah kursi yang ditetapkan SK itu sudah final di tingkat KPU. Kalau ada yang ingin, atau tidak menerima, yah silahkan menggungat SK KPU yang dimaksud," urai Said Usman, pria yang mantan aktivis HMI itu.
Jumlah Penduduk Berkurang, Kok Bisa ?
Sesuai ketentuan, seberapa banyak kursi di DPRD kabupaten ditentukan oleh jumlah penduduk di masing-masing daerah. Berkurangnya jumlah kursi di DPRD Polman, Mamasa dan Pasangkayu tersebut merupakan akibat dari sebuah sebab; jumlah penduduk di tiga kabupaten itu memang berkurang (jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Pemilu 2019).
Wakil Ketua DPD Golkar Sulawesi Barat, Sugianto meragukan data kependudukan yang dijadikan dasar oleh KPU pada pengalokasian kursi di masing-masing DPRD kabupaten. Kata Sugianto, bagaimana mungkin ada pengurangan secara signifikan jumlah penduduk di Sulawesi Barat, khususnya di Kabupaten Polman, Mamasa dan Pasangkayu yang berujung pada ikut berkurangnya jumlah kursi di DPRD tiga kabupaten tersebut.
"Jarang sekali kita yang mau mencari tahu, apalagi mau menjelaskan apa sesungguhnya yang menjadi penyebab berkurangnya penduduk di tiga kabupaten di Sulbar ini. Sementara dalam lima tahun terahir, tidak ada wabah atau penyakit yang menyebabkan banyaknya penduduk yang meninggal. Tidak ada juga penduduk di tiga kab itu yang diikutkan dalam program transmigrasi. Kalaupun kemarin ada Covid-19, tapi itu kan tidak seberapa dan tidak sebesar itu juga berkurangnya penduduk kita," cetus Sugianto.
Wakil Ketua DPD Golkar Sulbar, Sugianto. (Foto/Net)
Atas berkurangnya jumlah penduduk, khususnya di Kabupaten Polman, Mamasa dan Pasangkayu itu, Sugianto berharap ada penjelasan yang lebih utuh dari pihak terkait.
"Dalam hal ini BPS dan Disduikcapil harus menjelaskan ini," begitu kata Sugianto, politik senior dari Partai Golkar yang juga anggota DPRD Mamuju itu.
Bersih-Bersih Data Kependudukan oleh Disdukcapil
Sejak kemarin, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dusdukcapil) Provinsi Sulawesi Barat, Ilham Borahima telah menyatakan kesediaannya untuk memberi penjelasan terkait berkurangnya jumlah penduduk di Sulawesi Barat. Termasuk yang terjadi di Kabupaten Polman, Mamasa dan Pasangkayu.
"Saya ingin bekerja tegak lurus. Sesuai regulasi dan aturan yang berlaku. Saya tidak ingin main-main soal data kependudukan kita. Sebab bagi saya, data ini penting. Bukan hanya untuk urusan Pemilu saja, tapi juga untuk berbagai kebijakan pemerintah lainnya," tutur Ilham Borahima di awal perbincangan dengan WACANA.Info di ruang kerjanya, Kamis (10/11).
Tak lama berselang, ia pun memesan dua gelas kopi ke salah satu stafnya. Jadilah kami berdiskusi soal dinamika data kependudukan Sulawesi Barat sambil 'ngopi'. Tentunya dengan sesekali menghisap 'rokok putih'.
Semua berangkat dari lahirnya Perpres Nomor 39 tahun 2019 tentang satu data Indonesia. Menurut Ilham, kebijakan satu data tersebut merupakan langkah pemerintah dalam mewujudkan lahirnya data yang lebih valid. Menghilangkan ego sektoral atau ego kelembagaan terkait penyediaan data, termasuk data kependudukan.
Ilham Borahima, pria asli Baruga, Majene itu pun menyebut, untuk urusan pendataan kependudukan, hanya ada dua lembaga yang punya otoritas dalam mengeluarkan data; Badan Pusat Statistik (lewat sensus penduduk), serta Disdukcapil. Karena metode serta sifat kerja yang dilakukan oleh BPS jauh lebih aktif, maka data penduduk dari BPS yang dijadikan rujukan utama.
"Hasil dari sensus penduduk tahun 2020, itu yang kami jadikan rujukan utama. Lalu kami sandingkan dengan data kependudukan yang kami miliki, memang ada ketimpangan data, cukup jauh," ungkap dia.
Kepala Disdukcapil Sulbar, Ilham Borahima. (Foto/Manaf Harmay)
Tak ingin ada perbedaan data yang terlampau signifikan, Disdukcapil pun melakukan verifikasi secara langsung ke masing-masing kabupaten. Mengkroscek sekaligus memastikan apa sesungguhnya yang menjadi penyebab ditemukannya perbedaan data penduduk tersebut. Ilham pun menemukan fakta yang cukup mencengangkan.
"Seperti yang pernah kami lakukan di Kabupaten Pasangkayu. Ternyata ditemukan fakta bahwa ada banyak data penduduk yang secara faktual di lapangan itu sebenarnya tidak ada. Kami pun melakukan pembersihan data penduduk se-Sulbar. Memang ada banyak data yang harus dihapus," bebernya.
Dalam melakukan penghapusan data penduduk, Ilham menjadikan Permadagri Nomor 95 tahun 2019 tentang sistem informasi administrasi kependudukan sebagai rujukan. Ada beberapa hal yang diatur dalam ketentuan itu yang dapat dijadikan alasan untuk melakukan pembersihan data. Misalnya data ganda, data yang tidak dapat diajudikasi, data yang tidak valid, kesalahan perekaman, data yang siap cetak tapi terdapat elemen data yang tidak lengkap, data anomali, serta data penduduk non aktif.
Di Sulawesi Barat, wa bil khusus di Kabupaten Polman, Mamasa dan Pasangkayu kasus data penduduk non aktif yang jadi mayoritas penyebab dihapusnya sejumlah data penduduk oleh Disdukcapil. Dijelaskan oleh Ilham, data penduduk non aktif banyak dipengaruhi aktivitas penduduk yang telah sekian lama berpindah domisili tapi tak mencatatkan kepindahannya itu ke Disdukcapil.
"Seperti yang terjadi di Polman. Itu yang banyak data non aktif. Penduduk yang ternyata telah melakukan perpindahan, tanpa melapor ke Disdukcapil. Informasi yang kami terima, itu kurang lebih ada 40 Ribu jiwa penduduk Polman yang telah sekian lama telah ada di Lahad Datu, Tawau, Sabah, Malaysia. Jadi selama ini datanya ada, tapi orangnya sudah tidak ada," kata Ilham Borahima.
Data non aktif, masih oleh Ilham, juga banyak disebabkan oleh penduduk yang telah berusia 17 tahun, tapi tak melakukan perekaman. Untuk kasus seperti ini, Dusdukcapil sebenarnya telah memberi tenggat waktu hingga lima tahun bagi yang bersangkutan untuk melakukan perekaman, sebelum data kependudukannya diputuskan untuk dihapus.
"Tapi ada beberapa kasus, hingga yang bersangkutan berusia 23 tahun belum juga melakukan perekaman. Ini juga masuk kategori data penduduk non aktif. Jadi, sebelum kami melakukan pembersihan data, mengapus data yang dimaksud, kami telah berkonsultasi dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri. Pemerintah pusat bahkan telah meverifikasi langsung data kependudukan yang dimaksud, sebelum akhirnya benar-benar dihapus. Saya tidak mengatakan, data yang digunakan di Pemilu 2019 itu salah. Saya hanya ingin bilang bahwa saya ingin bekerja tegak lurus, berdasarkan aturan yang berlaku. Dan inilah hasilnya," tuturnya.
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan BPS, September 2020 jumlah penduduk di Sulawesi Barat tercatat sebesar 1.419.229 jiwa. Sementara data Adminduk yang dimiliki Disdukcapil per Desember 2020 (setelah Disdukcapil membersihkan data kependudukan), jumlah penduduk di Sulawesi Barat sebesar 1.438.674 jiwa.
"Memang masih ada selisih dengan data BPS. Kini hanya terpaut 1,37 Persen saja perbedaannya, sekitar 19 Ribu. Tapi itu sudah jauh lebih mendekati hasil BPS ketimbang selisih data sebelum kami melakukan pembersihan data penduduk," tutup Ilham Borahima. (Naf/A)