"Kami Menolak Tanah Leluhur Kami Diganggu...!"

Wacana.info
Aksi Unjuk Rasa Warga to Padang di DPRD Sulbar. (Foto/Lukman Rahim)

MAMUJU--"Tidak ada negosiasi dan iming-iming uang. PT Suryamica tidak boleh melakukan aktifitas tambang di Anjoro Pitu. Seluruh hal yang berkaitan dengan izin harus dicabut dan dihentikan,".

Syamsir yang koordinator aksi dengan lantang menyampaikan statement di atas.

Kepada sejumlah wartawan di sela-sela audiensi dengan DPRD Sulawesi Barat, Syamsir menegaskan, ratusan warga to Padang mengikuti aksi unjuk rasa tersebut dengan tuntutan agar pemerintah provinsi mencabut seluruh hal yang berkaitan dengan rencana perizinan tambang Zirkon (Zr) di Anjoro Pitu.

Masyarakat yang mendiami Padang Baka dianggap yang paling terancam dan bakal terdamapk jika PT Suryamica melakukan penambangan. Sebab posisi tetap berada di lerang Anjoro Pitu.

Rencana lokasi pertambangan PT Suryamica yang mencakup wilayah Anjoro Pitu (Padang) dan Botteng seluas 4.107 hektar. Daerah tersebut merupakan daerah pertanian masyarakat Padang.

Menurut. Syamsir, tanah Padang adalah tanah adat yang tidak bisa dibayar dengan uang sebesar apapun. Tanah yang selama ini menjadi satu-satunya sumber hidup masyarakat.

"Kelapa Tujuh (Anjoro Pitu) adalah simbol kota Mamuju. Belum lagi kalau bicara tentang history keberadaan Kepala Tujuh. Makanya itu kami menolak tanah leluhur kami diganggu. Kami tidak butuh tambang," tegas Syamsir.

Audiens Warga to Padang dengan Anggota DPRD Sulbar. (Foto/Lukman Rahim)

Masih kata Syamsir, jika ada aktivitas tambang, masyarakat dipastikan akan kehilangan sumber mata pencaharian utamanya. Yakni pertanian. Sementara tambang tidak bisa menjamin kehidupan masyarakat sampai tujuh turunan.

"Kalau tanah kami tidak diganggu sampai kapan pun tidak akan ada habisnya. Akan cukup memenuhi kebutuhan hidup masyarakat," sambung dia.

Kemudian kata dia, jika tanah di Kelapa Tujuh diganggung sangat potensi menimbulkan bencana alam besar sebab dibawah kelapa tujuh ada kota Mamuju.

"Coba bayangkan, tidak ada saja campur tangan manusia kalau datang hujan pasti banjir Mamuju. Apalagi kalau sudah dikeruk menggunakan alat berat, bisa tenggelam ini Manuju dan kita tahu semua bagaimana tambang itu merusak lingkungan dan jika ini dilakukan tinggal menunggu waktu bencana besar terjadi di Mamuju," urainya.

Aliansi Masyarakat to Padang menolak dengan tegas aktivitas perusahaan tambah di sana. Sekaligus mendesak seluruh pihak terkait untuk menghentikan proses yang berkaitan dengan perizinan. Sebab jika izin keluar masyarakat akan dibenturkan dengan perusahaan dan aparat.

Sementara itu, Ketua DPRD Sulawesi Barat, Suraidah Suhardi menilai apa yang disuarakan oleh para pengunjuk rasa tersebut sejalan dengan semangat DPRD dalam hal memperjuangkan kepentingan rakyat. Kepada WACANA.Info, Suraidah menegaskan, pihaknya akan tetap bersama rakyat berikut segala kepentingannya.

"Tadi kita mendengarkan bahwa rakyat ini tidak menginginkan tambang. Saya juga seperti itu. Sebagai salah satu perwakilan Dapil Mamuju, saya sangat memahami apa yang menjadi keresahan masyarakat," ujar Suraidah.

Menurut Suraidah, kondisi kota Mamuju yang seolah telah akrab dengan banjir, bakal berdampak buruk jika aktivitas tambang benar-benar dilakukan. Yang dirugikan masyarakat juga.

"Bayangkan, kalau tambang ini jalan, Mamuju akan tenggelam. Sedangkan belum jalan saja kita sudah tahu banjir terjadi di beberapa titik di Mamuju," sebutnya.

"Itu salah satu menjadi alasan kita untuk menolak itu (aktivitas tembang). Kita menyampaikan bahwa masyarakat menolak untuk kelanjutan proses eksplorasi dari perusahaan tambang itu. Tidak ada lagi alasan untuk melanjutkan aktivitas dari perusahaan tersebut," tutup Suraidah Suhardi. (*/Naf)