Gusdurian; Intoleransi jadi Musuh Utama Bangsa Saat Ini

Wacana.info
Diskusi Gusdurian dengan LIAR Sulbar. (Foto/Hamzah)

POLMAN--Koordinator Gusdurian Sulawesi, Suaib Prawono menyebut, beragam persoalan masih harus dihadapi oleh bangsa dan daerah saat ini. Intoleransi, kata dia, jadi satu persoalan yang dianggap masih menjadi musuh utama bangsa saat ini.

Suaib menjelskan, situasi tersebut justru akan berefek pada kemunduran demokrasi. Kini, ruang publik yang sedianya tempat milik semua, belakangan menjelma menjadi milik satu kelompok saja. 

"Problem kebangsaan kita hari ini adalah karena munculnya kelompok ekstrim yang gemar menyudutkan satu kelompok yang tidak sepaham denganya. Nah ini ancaman kita bersama," ujar Suaib dalam sebuah diskusi yang di gelar LIAR (Lembaga Inspirasi dan Advokasi Rakyat) Sulawesi Barat dan Gusdurian belum lama ini.

"Indonesia itu sangat beragam. Keberagaman itulah yang membuat kita kokoh sebagai bangsa. Orang bertradisi dianggap musrik, padahal itu adalah ruang ungkapan religiusitas menyapa Sang Maha Pencipta," beber dia.

Salah satu bentuk intoleran yang kini tumbuh di tengah masyarakat adalah banyaknya golongan tertentu yang dengan sebegitu mudahnya melabeli golongan lain sebagai sesat. Tidak sedikit yang mengaitkan budaya sebagai bentuk kekufuran, bahkan menuduh sebagai penyebab bencana.

Padahal menurutnya, budaya tradisi yang dijalankan oleh masyarakat adalah pengejawantahan dari penyatuan rasa antara manusia dengan alam dan mahluk ciptaan Tuhan lainnya.

"Kasus kejadian Palu itu bukanlah bentuk kemarahan Tuhan. Tapi saya melihatnya karena orang sudah jauh meninggalkan tradisinya, lokalitasnya, karena orang melupakan rumah panggung sebagai warisan lokalitas, kebanyakan yang selamat, rumahnya tidak roboh itu rumah panggung. Orang sekarang telah dibunuh modernitas" begitu kata dia.

Selain menyoroti hal di atas, Suaib juga menyinggung massifnya perampasan hak hidup orang banyak. Misalnya massifnya ekploitasi alam. Dalam banyak kasus ekplorasi alam dengan skala besar itu justru meminggirkan mereka yang ada di sekitar wilayah itu.

"Nah perjuangan Gusdur sebenarnya adalah memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. Gusdur tidak melihat apa agamamu, tapi Gusdur bertindak atas dasar dan prinsip kemanusiaan dan keadilan," tutup Siaib Prawono. (HmZ/A)