Tiga Poin Penting Biar Petani Sejahtera Menurut SDK

Wacana.info
Suhardi Duka Menghadiri Bimtek Pemanfaatan Sawit Sebagai Penggerak Ekonomi Rakyat di Kabupaten Mateng. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Sektor pertanian jadi segmen yang tak bergitu terpengaruh pandemi Covid-19. Di tengah mayoritas sektor seolah terkapar akibat penyebaran virus asal Wuhan itu, pertanian justru masih bertahan, bahkan cenderung membaik di tengah badai pagebluk ini.

Pertanian yang menunjukkan trend positif mestinya berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan petani. Namun faktanya, masih banyak petani kita yang harus hidup di bawah garis kemiskinan. 

Anggota Komisi IV DPR RI, Suhardi Duka punya penjelasan akan hal tersebut. Ditemui di salah satu Warkop di kota Mamuju, SDK, sapaan akrab Suhardi Duka menjelaskan, setidaknya petani idealnya mesti menerapkan tiga poin dalam melakoni aktivitasnya sebagai petani.

"Pertama, pemilihan komuditas harus dilakukan dengan benar. Harus dengan benar memilih komuditas mana yang paling tepat. Komuditas mana yang menguntungkan. Selain disesuaikan dengan karakteristik lahan, pemilhan komuditas juga harus mempertimbangkan bagaimana pasarnya," urai SDK, Selasa (19/10).

Poin penting yang kedua, sambung Ketua DPD Demokrat Sulawesi Barat itu adalah pemanfaatan teknologi. memanfaatkan luas lahan tanpa dibarengi dengan penggunaan teknologi sama halnya dengan meangainkan rendahnya tingkat produksi petani.

Bantuan Kebun Bibit Rakyat (KBR) sebesar Rp. 100 Juta dan Bantuan Pengembangan Perhutanan Sosial Nusantara senilai Rp.50 juta Diserahkan SDK untuk Kelompok Tani di Kabupaten Mateng. (Foto/Istimewa)

Poin penting yang terakhir, menurut SDK adalah perubahan pola fikir. Pola pikir tentang ketergantungan terhadap pupuk subsidi, kata SDK, mesti diubah. Banyak diantara petani yang terus-terusan merasa berhak mendapatkan pupuk subsidi. Padahal kualitas pupuk bersubsidi jauh dari kata baik.

"Itu (pupuk bersubsidi) kualitasnyua jelek. Saya sudah uji. Perbedaan yang mencolok antara kualitas pupuk bersubsidi dengan yang non subsidi. Bandingkan, misalnya 2 Hektar lahan padi yang diberi pupuk bersubsidi dengan menggunakan pupuk non subsidi, gunakan takaran yang sama. Lahan yang menggunakan pupuk bersubsidi paling dia mendapatkan hasil 5-6 Ton. Tapi kalau pakai non subsidi itu bisa 7-8 Ton. Selisih 2 Ton. Jika dirupiahkan, selisihnya sama dengan Rp 8,4 Juta. Sementara selisih biaya antara subsidi dengan non subsidi palingan Rp 1 Juta. Itu karena terlalu banyak menuntut hak, tidak melihat potensi ekonomi yang ada," begitu kata SDK. (ADV)