Membincang Proyeksi APBD Tahun 2022; yang Terakhir bagi Ali Baal-Enny Anggraeni

Wacana.info
Abdul Rahim dan Muhammad Idris. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama DPRD Sulawesi Barat sedang dalam masa pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) untuk proyeksi APBD tahun 2022. KUA PPAS terakhir bagi pemerintah Provinsi Sulawesi Barat di bawah komando Gubernur Ali Baal Masdar dan Wakil Gubernur Enny Anggraeni.

Sejumlah catatan penting yang bahkan telah menjadi rekomendasi DPRD untuk KUA PPAS tersebut. Prinsipnya, target pencapaian RPJMD serta pengejewantahan visi misi Kepala Daerag wajib terpotret dalam setiap arah kebijakannya.

Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat, Abdul Rahim kepada WACANA.Info mengurai, KUA PPAS sebagai acuan dalam penyusunan Ranperda APBD wajib menjelaskan tentang arah kebijakan dan alokasi anggaran pada seluruh OPD. Karena ini jadi Ranperda APBD terakhir bagi Ali Baal Masdar-Enny Anggraeni, Rahim berharap, dokumen itu harus mampu menjawab sejumlah persoalan yang hingga kini masih dirasakan masyarakat.

"Misalnya tren angka kemiskinan kita dari tahun ketahun. Di sana kita bisa meihat, tahun ini posisi kita masih berada di 10,50 Persen. Kemudian di tahun depan ditargetkan akan turun menjadi 10,25 Persen," ucap Rahim.

Politisi NasDem itu menilai, target penurunan angka kemisikinan yang tidak signifikan tersebut dapat menjadi satu penilaian tentang pengelolaan program dan kegiatan yang belum maksimal. Mestinya, angka kemisikinannya bisa ditekan lebih dalam lagi.

"Kalau kita lihat trend angka penurunan kemiskinan, itu kan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kita tentu bisa menyimpulkan bahwa ternyata pengelolaan anggaran kita selama ini berdasarkan seluruh program kegiatan yang diklaim sebagai intervensi terhadap upaya penurunan angka kemisikinan, ternyata tidak terkonsolidasi dengan baik. Tidak menyentuh substansi atau tidak mampu memutus laju angka kemiskinan," keluh dia.

Hal di atas baru satu aspek saja. Menurut Rahim, masih ada permasalahan lain yang mesti dijawab oleh pemerintah lewat proyeksi anggaran, perogram dan kegiatannya. Pembahasan KUA PPAS ini, kata Rahim, jadi momentum yang tepat untuk DPRD memastikan semua berjalan ideal.

"Misalnya layanan kesehatan. Soal angka stunting yang masih berputar di rangking kedua tertinggi. Kasus stunting itu kan lagi-lagi mengkonfirmasi bahwa ternyata program kita selama ini meleset. Artinya tidak mampu menjawab problem dasar yang tengah kita hadapi. Karena ituu di KUA PPAS ini kami di DPRD sedang mengkritisi, coba membedah agar arah kebijakan kita dengan alokasi anggaran yang tersedia itu berkolerasi positif," terang pria asal Tutar, Polman itu.

Secara khusus, Rahim juga menyoroti penambahan anggaran untui belanja ASN yang dianggap terlalu berlebihan. Menyentuh angka Rp 45 Miliar. Bukan tak boleh, menurut Rahim, eksekutif mestinya lebih peka terhadap kondisi kekinian daerah, bangsa dan negara.

Bukan sesuatu yang bijak jika pemerintah menambah belanja pegawai dengan nilai fantastis di tengah pandemi sekaligus saat pemerintah sedang dalam masa pemulihan ekonomi masyarakat.

Rapat DPRD Sulbar dengan TAPD Pemprov Sulbar. (Foto/Istimewa)

"Kami di DPRD sangat prihatin. Tentu kami sangat mempertanyakan penambahan anggaran untuk ASN dengan seluruh tunjangan yang ada. Karena saya melihat ini kontra produktif mengingat arah kebijakan yang seharusnya lebih banyak di sektor belanja publik, atau belanja modal, atau yang lainnya. Seharusnya itu yang lebih besar proporsinya sehingga kemarin saya dan seluruh anggota DPRD dan sudah menjadi rekomendasi kita agar ruang fiskal untuk belanja publik itu harus lebih diperbesar. Apakah itu nanti lewat program padat karya, bantuan hibah, atau sejenisnya," pungkas Abdul Rahim.

Sekprov: Ini Bukan APBD-nya Eksekutif atau APBD-nya Legislatif

Muhammad Idris, Sekprov Sulawesi Barat punya penjelasan tentang penambahan anggaran belanja pegawai di atas. Menurut Idris, bukan mustahil penambahan anggaran itu jadi akibat dari berbagai kebijaka yang muncul.

"Tentu ini ada kebijakan-kebijakan yang muncul yang akhirnya berdampak pada belanja pegawai," ucap Idris.

Meski begitu, proyeksi APBD tahun 2022 pun juga tetap mengakomdir berbagai kepentingan lain. Termasuk yang berkaitan dengan penanganan pasca bencana.

"Jadi kemungkinan secara eksplisit itu sudah masuk dalam pos belanja tertentu. Tapi untuk memastikan itu tentu masih akan ada telaah yang dilakukan Banggar bersama OPD," sambungnya.

Tentang upaya untuk menggenjot PAD, Idris yang mantan Kepala LAN Makassar itu merespon positif rencana pelaksanaan loka karya antara DPRD dengan sejumlah OPD untuk memastikan target PAD dapat tercapai secara maksimal.

"Nanti akan ditindaklanjuti. Banggar akan menindaklanjutinya dengan semacam loka karya bersama dengan OPD yang terkait dengan pendapatan. Karena antara eksekutif dan legislatif itu memang harus satu. Tidak boleh ada istilah APBD-nya eksekutif, atau APBD-legislatif. Tapi APBD-nya provinsi. Apa artinya kalau tida ada kesepakatan. Kita mau cari titik temunya. Makanya yang mau kita lihat ini ketersediaan anggaran dengan belanja," tutup Muhammad Idris. (*/Naf)