Interpelasi serta Pola Komunikasi Eksekutif-Legislatif

Wacana.info
Ketua DPRD Sulbar, Suraidah Suhardi saat Menerima Telepon dari Gubernur Sulbar, Ali Baal Masdar di Forum Paripurna. (Foto/Sulbar Ekspress)

MAMUJU--'Hanya' dengan menghubungi Ketua DPRD Sulawesi Barat, Suraidah Suhardi via sambungan telepon, Gubernur Ali Baal Masdar memutuskan absen dari undangan resmi DPRD terkait hak interpelasi, Rabu (4/08) siang. Jadi tanda tanya besar, mengapa Ali Baal urung untuk hadir. Sebab informasinya, mantan Bupati Polman itu telah bersiap bahkan sejak pagi hari.

Penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Sulawesi Barat berangkat dari kebuntuan komunikasi antara legislatif dan eksekutif. Semua bermula dari desakan DPRD agar Gubernur segera mendandatangani SK hibah Bansos. Sayang, tak satu pun penjelasan baik dari OPD maupun Sekprov yang memuaskan para wakil rakyat itu. Interpelasi pun digunakan.

Buruknya komunikasi antara eksekutif dan legislatif tersebut kian terpampang jelas. Publik bahkan dipertontonkan dengan adegan yang tidak semestinya, saat Ali Baal Masdar membatalkan kehadirannya di paripurna DPRD 'hanya' dengan mengkonfirmasinya ke Suraidah Suhardi. Lewat telepon pula, saat paripurna baru dibuka.

Pengamat politik dari Universitas Sulawesi Barat, Muhammad melihatnya sebagai sesuatu yang tak pantas. Undangan resmi yang dilayangkan DPRD ke Gubernur untuk agenda paripurna interpelasi itu idealnya disikapi ideal oleh eksekutif, dalam hal ini Gubernur.

Bagi Muhammad, ketidakhadiran Gubernur di forum resmi DPRD yang dikonfirmasi 'hanya' lewat telpon itu sungguh jadi penegasan betapa buruknya komunikasi kedua lembaga tersebut. Jika tak bisa hadir, kata Muhammad, Gubernur hendaknya melayangkan surat resmi ke lembaga legislatif itu, bukan dengan menelepon Ketua DPRD.

"Seharusnya, apabila memang Gubernur berhalangan untuk hadir, itu secara kelembagaan harus melayangkan surat pemberitahuan kepada DPRD, apa alasannya. Dan alasan itu harus logis serta dapat diterima. Tentu agak tidak logis kalau misalnya di hari yang sama Pak Gubernur sendiri sempat menghadiri acara-acara dan seterusnya. Itu memang perlu klarifikasi dan penjelasan yang dapat diterima oleh DPRD, sekaligus oleh publik. Karena sesungguhnya pertanggungjawaban moral baik eksekutif maupun legislatif itu ada ke publik sebenarnya," terang Muhammad kepada WACANA.Info, Kamis (5/08).

Muhammad. (Foto/Istimewa)

Keliru, sambung Muhammad, jika Gubernur menganggap langkahnya untuk menelepon Suraidah itu sama dengan berkomunikasi dengan DPRD Sulawesi Barat secara kelembagaan. Meski kursi Ketua DPRD Sulawesi Barat ada di tangan Suraidah, politisi Demokrat itu tak serta merta dapat dikatakan sebagai representasi 45 anggota DPRD Sulawesi Barat. Apalagi kaitannya dengan penggunaan hak interpelasi.

"Pendekatan komunikasi yang dijalankan oleh Gubernur itu jelas salah. Karena kenapa menelepon ?. Ibu Suraidah itu memang Ketua DPRD. (Tapi) Beliu bukan di DPRD secara institusi. Dalam artian begini, Ketua itu posisinya adalah kolektif kolegial. Tidak biasa hanya dengan menelepon ke Ibu Suraidah, itu diartikan sama dengan komunikasi ke DPRD secara kelembagaan. Salah itu," sambungnya.

Negara telah dengan tegas mengatur tentang posisi kedua lembaga pemerintahan itu; eksekutif dan legislatif. Kata Muhammad, keduanya dalam posisi setara. Maka wajar kiranya jika tindakan Gubernur yang membatalkan kehadirannya di forum paripurna 'hanya' dengan menelepon itu dinilai sebagai pelecehan terhadap institusi legislatif.

"Ini penting dipahami oleh Pak Gubernur, suapaya ini diperhatikan. Agar tidak ada kesan ada pelecehan institusi terhadap legislatif. Sebab Undang-Undang telah mengatur bahwa eksekutif dan legislatif itu setara posisinya," demikian kata Muhammad.

Dipengaruhi Tim Kerja Gubernur

Terpisah, Ketua fraksi Gerindra, DPRD Sulawesi Barat, Syahrir Hamdani mengaku sama sekali tak terlibat dalam pengambilan keputusan tentang hadir atau tidaknya Gubernur di agenda paripurna interpelasi itu. Ia pun menduga, tim kerja Gubernur-lah yang memberi pertimbangan agar Ali Baal Masdar tak menghadiri agenda tersebut.

Meski Gerindra jadi satu-satunya fraksi yang menyatakan penolakannya atas penggunaan salah satu 'senjata' DPRD tersebut, Syarir mengaku pihaknya tetap mendorong Gubernur untuk menghadiri agenda paripurna.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sulbar, Syahrir Hamdani. (Foto/Manaf Harmay)

"Lepas dari pertimbangan hadir atau tidak hadir. Fraksi Gerindra tidak sejauh itu memberi pertimbangan, mungkin dari tim kerjanya. Saya sendiri akan berusaha untuk meyakinkan Beliau (Gubernur) agar berkenan menghadiri undangan Dewan," ungkap Syahrir Hamdan yang dihubungi via WhatsApp.

Urung melaksanaan paripurna hari itu tak lantas bikin DPRD melunak. Agenda serupa tetap akan dijadwalkan sembari menunggu waktu yang paling tepat. Termasuk dengan menyesuaikan agenda Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar. (Naf/A)