Gempa Bumi serta Pentingnya Mitigasi Bencana

Wacana.info
Patung Ahmad Kirang yang Berdiri di Jantung Kota Mamuju. Tampak Salah Satu Bagiannya Rusak Akibat Gempa Bumi 15 Januari 2021 yang Lalu. (Foto/Azhari S)

MAMUJU--15 Januari 2021, dini hari. Hampir seluruh masyarakat yang mendiami kota Mamuju, termasuk beberapa kecamatan yang ada, serta sejumlah wilayah Kabupaten Mamuju dikejutkan dengan gempa bumi berskala M 6,2.

Meski tak berpotensi tsunami, gempa bumi tersebut cukup kuat untuk meruntuhkan sejumlah bangunan bertingkat khususnya di kota Mamuju. Termasuk salah satu bagian kantor Gubernur Sulawesi Barat, serta rumah sakit swasta yang ada di kota Mamuju.

Belum lagi rumah warga, plus bangunan pemerintah lainnya yang mengalami kerusakan. Jumlahnya keseluruhan mencapai ribuan unit. Pengungsi ?, jangan ditanya. 

Kondisi Kantor Gubernur Sulbar yang Rusak Parah Akibat Gempa Bumi. (Foto/Azhari S)

Aktivitas lempeng bumi yang bersemayam di tanah Sulawesi Barat memang punya energi besar. Sejarah mencatat, telah terjadi sekian kali gempa bumi yang parahnya disertai tsunami di pesisir provinsi ke-33 ini sejak berpuluh tahun silam.

Oleh karena belum satu pun teknologi yang mampu memprediksi kapan lempeng-lempeng itu bergerak mencari kesetimbangannya, pengetahuan tentang apa dan bagaimana seharusnya publik menyikapi musibah tersebut jadi hal yang wajib untuk terus disuarakan. 

Istilah mitigasi bencana, bagi sebagian orang mungkin tak begitu penting. Padahal, karena Sulawesi Barat, atau bahkan Nusantara pada umumnya menyimpan kerawanan akan terjadinya bencana, mau tak mau mitigasi bencana mesti tersosialisasi dengan sangat baik kepada publik.

Merujuk ke PP Nomor 21 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana, pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan pengingkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Karena ancaman bencana mustahil untuk dihindari, maka mitigasi bencana seolah jadi satu-satunya pilihan bagi publik agar semua mampu bertahan jika bencana itu benar-benar terjadi, semoga telah usai.

Retakan di Masjid Suada Mamuju Akibat Goncangan Gempa Bumi. (Foto/Azhari S)

Pegiat mitigasi bencana, Setiawan Trance menganggap, koordinasi antara BMKG, BNPB serta pemerintah daerah harus tetap terjalin. Merekalah yang mengambil posisi terdepan dalam hal mengurangi risiko bencana alam, utamanya pasca gempabumi yang terjadi dua pekan silam.

"Mereka-mereka itu lah yang harusnya menjadi komando. Dan saya pikir sudah pasti memberikan peryataan-pernyataan kepada masyarakat. Tinggal masyarakatnya ini, mengerti tidak akan imbauan-imbauan itu," ujar Setiawan kepada WACANA.Info, Senin (1/02).

Seperti yang sudah sering disuarakan. Misalnya, masyarakat diminta untuk tetap berada di tempat yang aman kalau terjadi gempa. Senantiasa menjauhi bangunan tinggi, terlebih jika kondisi bangunan tersebut telah mulai retak. Serta imbauan-imbuan lainnya. 

Kata Setiawan, kesemuanya itu harus menjadi pedoman utama masyarakat dalam menghadapi situasi seperti sekarang ini.

"Sebaiknya itu semua harus diantisipasi," sambung pria yang sempat menjalin kerjasama dengan NOAA NWS U.S Gov (National Oceanic and Atmospheric Administration) itu.

Kata dia, di titik ini, kesadaran masyarakat jadi kunci pokok utamanya. Pilihan untuk kembali ke rumah, sah-sah saja. Meski harus dicatat, gempa bumi masih sangat mungkin dapat terjadi. Terlebih usai gempa bumi merusak dua pekan lalu.

"Kalau kondisi rumahnya memang tidak tahan gempa, yah jangan di rumah. Paling penting saat ini adalah keselamatan jiwa dulu," beber dia.

Salah Satu Gereja di Kota Mamuju yang juga Rusak Akibat Gempa Bumi. (Foto/Azhari S)

Masih oleh Setiawan, edukasi kepada masyarakat harus terus dilakukan. Baik itu berupa imbauan, atau apapun namanya, setiap upaya meminimalisir risiko bencana mesti harus tetap dilakukan. Terus menerus.

"Utamanya dalam masa darurat bencana ini. Apalagi BMKG sudah mengimbau bahwa potensi gempa ini masih terjadi hingga Februari. Nah tinggal semua pihak termasuk pemerintah daerah, termasuk TNI dan Polri untuk senantiasa menyampaikan imbauan tersebut kepada masyarakat. Bahkan hingga misalnya masa tanggap darurat bencana telah selesai atau gempa susulan sudah mulai berkurang, edukasi itu mesti tetap disampaikan kepada masyarakat," terangnya.

Hal lain yang juga mesti diantisipasi di tengah situasi seperti sekarang ini adalah merebaknya informasi yang tidak benar, alias hoax. Menurut Setiawan, di negara-negara maju, pengetahuan masyarakat sudah cukup mumpuni untuk sekadar memilah mana informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, mana yang sifatnya hoax.

Berbeda dengan tipikal sebagian masyarakat Indonesia yang pada umumnya mudah percaya dengan informasi yang tingkat kebenarannya masih sangat diragukan. 

"Makanya memang penting bahwa Informasi seputar gempa bumi khususnya di Mamuju-Majene ini harus satu komando. Dari BMKG, BNPB, Pemda sampai TNI/Polri termasuk Basarnas. Ini penting agar informasi yang beredar itu tidak simpang siur. Ini penting karena selama ini setiap ada bencana pasti dibarengi dengan hoax yang beredar. Kalau semua itu sudah dilakukan secara maksimal, tentu akan kembali ke masyarakat. Bahwa potensi gempa susulan masih ada, masyarakat harus tetap waspada," demikian Setiawan Trance.

Berdasarkan laporan resmi BNPB per tanggal 30 Januari 2021, gempa bumi berskala M 6,2 tersebut menelan korban jiwa sebanyak 101 orang. Hilang tiga orang, luka berat 278 orang, serta luka ringan sebanyak 5.284 orang. 

Musibah tersebut juga bikin 55.152 orang mengungsi, tersebar di 229 titik pengungsian, itu untuk Kabupaten Mamuju. Sementara di Majene tercatat sebanyak 25.516 orang mengungsi tersebar di 20 titik pengungsian. 

Kabupaten Polewali Mandar juga jadi titik pengungsian bagi para korban gempa. Tercatat sebanyak 4.821 orang mengungsi di sana dan tersebar di 105 titik pengungsian.

Untuk Ragam Rupa Bantuannya, Terima Kasih

Pasca gempa bumi yang terjadi dini hari dua pekan lalu itu, di tengah kondisi masyarakat yang diselimuti ketidakpastian, gelombang bantuan dari berbagai pihak, dari berbagai daerah terus mengalir. Hilir mudik kendaraan pembawa bantuan logistik, atau yang memuat para relawan seperti tak ada habisnya. Bahkan hinga saat ini.

Bencana memang meninggalkan banyak kisah. Termasuk bagaimana 'amukan' lempeng bumi tersebut rupanya jadi pelecut, jadi momentum pembuktian bahwa derita Sulawesi Barat juga jadi derita daerah lain. Lihat saja rupa-rupa bantuan itu datang dari berbagai penjuru mata angin. Datang via darat, laut dan udara.

Tak ada alasan bagi masyarakat Sulawesi Barat untuk tidak berterima kasih atas kepedulian tersebut. Ketua DPRD Sulawesi Barat, Suraidah Suhardi menilai, bantuan dari berbagai pihak itu adalah wajah utama dari karakteristik masyatakat Indonesia. Bagaimana beban derita itu dapat diemban secara bersama-sama. Wajarlah jika ungkapan terima kasih jadi hal yang sangat pantas untuk terucap.

"Saya mewakili masyarakat Sulawesi Barat, khususnya para korban gempa bumi di Mamuju dan Majene mengucapkan banyak terima kasih. Untuk beragam bantuan yang tak lagi dapat saya sebut, termasuk komitmen para relawan yang datang membantu meringankan beban para korban, tulus saya ucapkan terima kasih," ungkap Suraidah Suhardi yang dihubungi via Whats App.

Salah Satu Sudut Rujab Ketua DPRD Sulbar yang Rusak Akibat Digoncang Gempa Bumi. (Foto/Azhari S)

Poin penting yang disampaikan Suraidah terkait bantuan yang terus mengalir itu adalah manajemen pendistribusiannya. Politisi cantik dari partai Demokrat itu meminta agar ragam bantuan tersebut segera disalurkan kepada masyarakat. Utamanya kepada mereka yang benar-benar terdampak bencana gempa bumi.

"Jangan dibiarkan terlalu lama menumpuk di gudang saja. Akan jauh lebih baik kalau bantuan tersebut disalurkan ke masyarakat. Makanya penting untuk merapikan manajemen pendistribusiannya. Ini juga panting agar bantuan itu tepat sasaran. Jangan sampai dinikmati oleh segelintir orang saja. Kasihan masyarakat kita yang hingga kini masih bertahan di tenda-tenda pengungsian," demikian Suraidah Suhardi, mantan Ketua DPRD Mamuju yang kini tengah dalam masa isolasi mandiri itu.

Jumlah Kasus Positif Covid-19 Melonjak

Jangan harap Penerapan protokol kesehatan pasca gempa bumi di Mamuju-Majene berjalan maksimal. Bagaimana mungkin menjaga jarak antara satu orang dengan yang lainnya jika sebagian masyarakat mau tak mau harus bertahan di tenda-tenda pengungsian ?. Pakai masker ?, nyaris tak lagi ada kesempatan untuk mengenakan aksesoris wajib di tengah pandemi itu saat gempa menggetarkan bumi Mamuju-Majene pada dini hari tersebut.

Data dari Satgas Covid-19 Sulawesi Barat mencatat, jumlah kasus positif di Mamuju pada tanggal 31 Januari 2021 mencapi 60 kasus. Sementara pada tanggal 1 Februari 2021, sebanyak 21 orang dinyatakan positif Covid-19 di Kabupaten Mamuju. Untuk akumulasi jumlah kasus positif Covid-19 di Sulawesi Barat hingga 1 Februari 2021 tercatat sebanyak 3.780 kasus. Sembuh sebanyak 2.134, serta 82 orang meninggal dunia.

Salah Satu Titik Pengungsian di Kota Mamuju. (Foto/Azhari S)

Juru bicara Satgas Covid-19 Sulawesi Barat, Safaruddin Sanusi tak menampik asumsi tingginya jumlah kasus positif Covid-19 di Kabupaten Mamuju itu adalah dampak dari rendahnya penerapan protokol kesehatan pasca gempa bumi. 

"Memang tidak bisa dipungkiri bahwa di pengungsian itu, pasca bencana ini memang sulit rasanya untuk menerapkan protokol kesehatan. Karena pada saat terjadi gempa, orang keluar rumah itu hampir tidak ada yang pakai masker. Bahkan di tenda-tenda berukuran kecil, itu bisa dihuni oleh sekian banyak orang. Yah, mau bagaimana ?," tutur Safaruddin.

Ia mengaku, fakta tersebut bikin penerapan protokol kesehatan cukup berat. 

"Harus cuci tangan, jaga jarak, atau item-item lainnya. Saya kira itu akan sangat sulit. Karena orang hanya akan fokus bagaimana menyelamatkan diri dari risiko buruk gempabumi. Jadi mungkin saja, itu yang jadi salah satu penyebabnya (rendahnya protokol kesehatan mengakibatkan lonjakan kasus positif Covid-19)," sambungnya.

Kondisi seperti itu tak bikin sosialisasi akan pentingnya penerapan protokol kesehatan oleh Satgas Covid-19 kendor. Kata Safaruddin, imbauan, sosialisasi atau apapun namanya tentang apa dan bagaimana protokol kesehatan itu tetap ditegakkan senantiasa dilakukan. Bahkan di tengah serba tidak pastinya keadaan pasca musibah dahsyat itu.

"Kami selalu mengingatkan itu. Harapannya jumlah kasus positif ini bisa turun dalam satu, dua atau tiga hari kedepan ini. Kemarin pun kami sudah sosialisasikan tentang pentingnta social distancing. Kemudian ada beberapa kelompok, seperti di tenda-tenda itu yang suda diarahkan oleh pemerintah khususnya bagi yang membagikan bantuan itu selalu kita beri masker," bebernya.

"Kalau dikatakan jumlah kasus positif naik, iya memang naik itu. Dikatakan salah satu penyebabnya karena rendahnya penerapan protokol kesehatan, iya memang kondisinya seperti itu, kan habis bencana. Tapi selalu kami imbau kepada masyarakat, atau kepada para relawan agar senantiasa semaksimal mungkin menerapkan protokol kesehatan itu," simpul Safaruddin Sanusi. (Naf/A)