‘Annangguru Imam Lapeo’ Wakili Sulbar di Ajang Short Movie Competition Kemenag RI

Wacana.info
Arwam (Tengah) Bersama Kru Maerre Film. (Foto/istimewa)

MAMUJU--Siang itu, di salah satu warung kopi di kawasan Karema Mamuju, wajah Arqam Al Mahsumi tampak berse-seri.  Arqam baru saja menerima gembira. Lewat ponselnya. Film pendek yang ia garap bersama tim kecil di Studio Maerre Film, berhasil mengumpulkan poin tertinggi dalam even 'Short movie Competition' Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Panitia dari Kantor Wilayah Kemenag Sulbar mengumumkan hasil lomba film pendek tersebut lewat pesan singkat. 'Short movie Competition' Kemenag RI 2020, mengusung tema "Jejak Wali di Nusantara". Hasil penilaian yang dikirim ke peserta, Jumat pekan kemarin, menempatkan film pendek "Annangguru Imam Lapeo" sebagai karya terbaik.

Itu semua tidak lepas dari kesungguhan dan keuletan Arqam dan kawan-kawan dalam menyelami data dan informasi, mengumpulkan gambar, kemudian meraciknya selama sepekan. Diantarnya, tiga hari melakukan produksi di Kabupaten Polewali Mandar. Mendatangi tiga lokasi.

Titik pertama ke Campalagian menemui penulis lokal, Zuhriah yang melahirkan buku; Imam Lapeo Wali Dari Mandar. 

"Kita mendalami tentang biografi Imam Lapeo berdasarkan pengalaman menulis bu Zuhriah," ujar Arqam belum lama ini.

Kemudian mengunjugi Kecamatan Pambusuang, mendatangi annagguru Munu (Munu Kamaluddin). Disini ia dan tim banyak menggali informasi soal keberkahan sang Imam.

"Annagguru Munu bercerita bahwa ayahnya pernah melaut dan menghadapi cuaca buruk. lalu sang ayah berdoa memohon pertolongan Allah dengan bertawassul kepada Imam Lapeo, seketika laut menjadi tenang, dan bisa pulang kembali dengan tenang," jelasnya, mengisahkan penuturan Anangguru Munu.

Arqam kemudian mengutak-atik ponselnya, lalu memperlihatkan rekaman video yang berisi penjelasan Annangguru Munu terkait beragam keberkahan dari Imam Lapeo. Puas menggali informasi di Pambusuang, proses penggarapan kemudian bergeser ke Polewali. Mendatangi Sayyid Fadlu (Habib M. Fadlu) untuk menguatkan materi film pendek yang telah setengah jadi, saat itu.

Di Polewali ia mengaku mendapat banyak informasi berharga. Salah satunya soal perpaduan antara Islam dan budaya lokal. Seperti Saeyyang Pattuqduq. Selain itu, mengurai mengenai kebiasaan warga setempat melakukan ziarah ke makam Imam Lapeo mengirim doa dan berharap keberkahan dari sang guru.

"Selama tiga hari itu, kami maksimalkan waktu mengambil keterangan dan melakukan perekaman beberapa tempat terkait kisah annangguru Imam Lapeo. Alhamdulillah, semua berjalan lancar," imbuh Arqam.

Sebelum beraksi di lapangan mendatangi para narasumber, melakukan perekaman memperkaya narasi film, pihaknya menemui Kiai Ahmad Multazam. Kiai Ahmad Multazam yang merupakan salah penerus Imam Lapeo, juga Ketua Majelis Zikir At Thahiriyah Imam Lapeo, banyak memberikan masukan berharga bagi Arqam Cs.

"Beliau memberikan banyak saran, termasuk memperlihatkan buku yang mengurai perjalanan Imam Lapeo untuk memperkaya informasi sebelum kami terjun melakukan produksi. Dari beliau juga kami bisa melahirkan film ini," jelas Arqam.

Setelah semua bahan terkumpul, penggarapan dilakukan di Studio Maerre Film di daerah Karema, Mamuju hingga melahirkan karya, "Annangguru Imam Lapeo" yang berhasil menyisihkan sejumlah peserta lainnya.
Kompetisi film pendek Kemenag dilaksanakan untuk menggali, mengembangkan dan melestarikan seni budaya Islam di nusantara sekaligus menggali potensi generasi muda daerah dalam berkreativitas memanfaatkan perkembangan teknologi.

Syarat umum kompetisi ini, antara lain; berisi promosi, imbauan, seruan atau informasi sesuai tema yang telah ditentukan; berisikan seni budaya Islam yang dikemas menarik, komunikatif dan inspiratif; dan belum pernah diikutsertakan dalam kompetisi apapun alias original.

Adapun aspek penilaian berdasarkan, keaslian atau bukan hasil plagiat, kesesuaian isi dengan tema, kekuatan pesan, kreatifitas, serta teknik visualisasi.

Dari ketentuan tersebut, film "Annangguru Imam Lapeo" garapan anak-anak muda di Studio Maerre Film, dinyatakan menjadi pengumpul poin tertinggi dan akan mewakili Sulbar di ajang serupa tingkat nasional di Jakarta.

Produksi Film Ketiga

Maerre Film sendiri berdiri sejak 2017. Digawangi anak-anak muda Mamuju yang memiliki kegemaran yang sama. Bergelut di dunia audio visual. Film berjudul Annangguru Imam Lapeo adalah garapan ketiga dari Rumah Produksi Maerre Film.

Sebelumnya menghasilkan karya berjudul "Kita Beda" yang berhasil menembus tiga besar Festival Film Pendek Kirab Pemuda Nusantara yang digelar di Blitar Jatim. Maerre Film juga telah menelurkan "Sekomandi Tomakki" yang merupakan garapan lokal bersama pemerintah daerah Mamuju di tahun ini, dalam rangka penguatan budaya lokal. Lokus film ini adalah Kecamatan Kalumpang, Mamuju.

Junaip Arsa, anggota tim lainnya mengaku bersyukur sekaligus bangga hasil produksi Maerre Film bisa berbicara banyak dalam kompetisi tingkat provinsi. Demikian pula tujuh anggota tim lain yang terlibat menggarap film pendek selama sepekan dengan beragam dinamika didalamnya.

"Kemarin ini, kita pengerjaan tuntas satu minggu, setelah dilakukan perencaan. Alhamdulillah bisa selesai juga sesuai target," ujar Junaip.

Ia mengaku tidak banyak kendalam selama pengumupulan materi film, kecuali persoalan jarak.  Terpenting bagi Arqam, Junaip dan kawan-kawan pengalaman dalam lomba ini, semakin menambah motivasi mereka untuk lebih jauh mendalami konten kreator.

Tentunya, dengan harapan bahwa kreatifitas anak-anak muda Mamuju, dan Sulbar pada umumnya juga mendapat perhatian dari para pihak terkait. Utamanya para pemangku kebijakan.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarifuddin melihat banyak sisi positif dari momen lomba film pendek bertajuk "Jejak Wali di Nusantara" yang baru saja digulirkan pihak Kemenag RI. Menurutnya, itu bisa menjadi ruang pengembangan literasi kearifan lokal dalam konteks pengembangan nilai-nilai Islam di tanah Mandar.

"Karenanya mereka, adik-adik kita yang telah turut serta didalamnya patut diberikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya," jelasnya.

Ia berharap agenda serupa tidak hanya sekali tetapi menjadi sebuah agenda tahunan dengan harapan seabagi bagian dari upaya menanamkan nilai-nilai edukasi agama kepada masyarakat secara umum, utamanya generasi muda Sulbar.
"Kalau bisa even seperti ini tidak sekadar pada tataran provinsi tapi dilaksanakan juga di tingkat kabupaten," sambung Syarifuddin.

Apalagi dapat menjadi wadah bagi generasi muda daerah untuk menuangkan minat bakat dan skill di bidang audio visual yang kini terus berkembang.

"Sejalan dengan dinamika teknologi dan informasi. Sudah saatnya anak-anak muda Sulawesi Barat mengambil peran sebagai bentuk kontribusi terhadap nilai-nilai kearifan, dan ini juga harus diberikan ruang yang seluas-luasnya oleh pemerintah, baik kabupaten maupun provinsi," simpul Syarifuddin. (*/Naf)