Paradigma Kematian

Wacana.info
Dr, Anwar Sadat, M.Ag

Ada sebuah kalimat yang sering kita ulangi sebanyak 17 kali dalam sehari semalam; yakni iyyaka na'budu waiyyaka nasta'in (kepadaMu kami beribadah dalam bentuk menyembah dan kepadaMu pula kami memohon pertolongan). Dua permintaan yang sepintas berdiri sendiri akan tetapi secara operasional saling kait satu dengan yang lain.

Kita sadar tidak mungkin beribadah tanpa pertolongan Allah SWT. Untuk mendapatkan pertolongan dalam bentuk Rahmat dari Allah SWT, kita wajib membuktikan tingkat ketaatan dengan peribadatan secara riil kepadaNya.

Itulah tugas utama kita sesungguhnya dihadirkan ke permukaan bumi yakni agar memakmurkan isi bumi dengan beribadah dan mencari karunia Allah SWT sampai saat ajal menjemput dan kematian yang tidak dapat tertolak.

Menyoal lagi tentang kematian, sesungguhnya sama saja jika kita membincangkan kehidupan. Karena kehidupan adalah persiapan kematian, sementara kematian adalah awal kehidupan selanjutnya. Artinya kematian telah terjadwal rapih dalam qada' dan qadarNya Allah SWT.

Sebuah pemikiran menarik yang pernah penulis renungkan secara intens bahwa jika dilihat dari segi paradigma menghadapi kematian setidaknya ada tiga jenis pembagian kematian. Pertama keliru faham soal mati, kedua faham yang keliru soal mati dan, ketiga faham yang benar soal mati.

Rincian singkatnya dapat dijelaskan sbb:

Keliru faham soal mati. Faham ini dianut oleh kelompok tertentu yang memang sejatinya mendapat masukan keliru soal kematian. Misalnya, mereka memahami bahwa kematian merupakan akhir dari segalanya. Semua hiruk pikuk yang terjadi akan tertanam seiring terbenamnya jasad ke dalam tanah atau hilangnya apa yang selalu diistilah sebagai daya hidup seseorang. Tidak ada pertanggungjawaban, dan tidak ada konsekwensi setelahnya. Tujuan hidup satu-satunya hanya saat mereka berada di dunia. Untuk itu mereka berupaya keras mengejar kepentingan duniawi meski harus menghalalkan segala cara. Kelompok ini jelas berfaham bahwa cerita tentang akhirat, surga, neraka dan alam gaib adalah dongeng pengantar tidur anak-anak mereka saja.

Faham keliru soal mati. Kelompok kedua ini sesungguhnya sempat memperoleh masukan yang benar soal kematian, akan tetapi tidak begitu memadai untuk tertanam, tumbuh subur dan membentuk keyakinan yang menyelamatkan. Mereka umumnya hidup dalam kegalauan dan
kesimpangsiuran akibat pemahaman yang setengah-setengah. Ada cerita yang berkembang bahwa sebagian dari faham ini mengakhiri hidup mereka dengan bunuh diri. Hal ini karena umumnya dianggap bahwa kematian adalah 'rehat' dari masalah yang selama ini menghimpit mereka di
dunia.

Faham yang benar soal mati. Kelompok terakhir ini jelas berbeda dengan dua faham sebelumnya. Di samping sangat meyakini kehidupan setelah kematian, mereka juga mengelolah kehidupan di dunia secara serius dan penuh kewaspadaan. Selama di dunia mereka tetap berkomunikasi dengan Allah SWT (Sang pencipta kehidupan dan kematian). Konsisten beribadah
dan memohon pertolongan kepadaNya. Mereka inilah orang-orang yang cerdas dalam beragama lebih khusus lagi cerdas memaknai kematian.

Hampir setiap hari dalam seminggu terakhir ini penulis mengirim ucapan belasungkawa/turut berdukacita karena peristiwa kematian. Bahkan bisa dikatakan tahun ini adalah tahun duka cita terlebih dengan merebaknya pandemi covid-19 khususnya kita di Indonesia.

Kebanyakan dari mereka tidak penulis kenal, namun tidak sedikit yang penulis kenal dekat sampai sangat akrab bahkan memiliki kenangan tersendiri dalam perjalanan hidup dan karier penulis.

Ada yang sebelumnya sudah mengalami sakit sejak lama. Ada pula yang kelihatan sehat tapi tiba-tiba terjatuh dan kemudian meninggal dunia. Penulis tentu berharap dan berdoa untuk semua almarhum dan almarhuma mendapat tempat yang layak di sisiNya terlebih jika mereka memang mendedikasikan diri dan hidupnya termasuk potensi kecerdasannya sesuai tuntunan kebenaran yang telah digariskan oleh sang Pencipta.

Akhirnya penulis ingin berkata bahwa orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa menundukkan pandangannya dan bekerja untuk hari sesudah kematiannya. Tentu saja disertai faham yang benar dan tindakan yang mencerahkan.

Semoga kita semua khusnul khatimah dan senantiasa mendapat limpahan Rahmat dari Allah SWT.

Wallahu a'lam bis shawab