Tahun Duka Cita di Negeri Tercinta

Wacana.info
Dr, Anwar Sadat, M.Ag. (Foto/istimewa)

Oleh: Dr, Anwar Sadat, M.Ag (Wakil Ketua Ketua III STAIN Majene) 

Sebuah rekaman sejarah tahun 1995 yang sengaja diunggah dan diviralkan oleh netizen ke group sosial media tiga bulan terakhir ini cukup menjadi perbincangan menarik. Rekaman tersebut berisi konten mantan presiden Soeharto sedang memberikan pengarahan pada Temu Wicara bertajuk Pencanangan Gerakan Nasional Pelestarian dan Pengamalan Nilai Kepahlawanan di kota Surabaya.

Fokus penekanan dari penguasa orde baru tersebut bahwa kita patut mempersiapkan diri menghadapi sejumlah masalah global di tahun 2020 termasuk di dalamnya persaingan dagang antar negara. Jangan sampai kita lebih membanggakan produk luar negeri dari pada hasil karya bangsa sendiri.

Sebagian netizen dengan ilmu "cocokology" kemudian mengakait-kaitkan kejadian 25 tahun yang lalu itu dengan masalah global yang dihadapi bangsa kita sekarang. Meski terlihat ada hubungannya namun konteks perbincangan tersebut sama sekali tidak bermaksud meramalkan munculnya pandemi global yang sedang kita hadapi sekarang ini seperti anggapan para netizen tersebut.

Terlepas dari uraian di atas, Saya kira kita sepakat bahwa tahun ini termasuk tahun yang akan dicatat dalam sejarah sebagai tahun yang tidak akan terlupakan bahkan sampai 25 tahun mendatang (2045). Betapa tidak, hampir semua sendi-sendi perekonomian kita diarahkan fokus ke satu titik yakni penanganan antisipasi penyebaran covid-19.

Sebagian besar anggaran terpangkas habis demi menghadapi situasi yang semakin sulit untuk diperkirakan kapan berakhirnya. Inilah tahun krisis yang patut untuk membuat kita "hadap diri" dan lebih "mawas diri" dalam merajuk kehidupan ke-Indonesiaan kita. Yang terpenting tentunya adalah sejauhmana usaha yang telah dilakukan demi menyelesaikan sejumlah "PR" yang dibebankan di pundak para pemegang kebijakan di negeri ini.

Jika hendak meminjam istilah dari sejarah hidup Rasulullah saw, maka kita akan menemukan sebuah istilah yang akrab dalam setiap benak sejarawan kita yakni tahun duka cita (ammul husni). Tahun itu penuh dengan berbagai cobaan yang beliau hadapi mulai dari embargo ekonomi yang secara sepihak dilakukan oleh kafir Quraisy sampai beliau ditinggal mati oleh istri dan paman yang selama ini menjadi ”banper" beliau.

Berbagai godaan, bujukan, rayuan para "propokator" untuk tidak melanjutkan misi dakwah, saat itu beliau tepis. Hingga akhirnya 5 tahun berjalan beliau mampu merubah sebuah wilayah yang penuh dengan perang saudara menjadi wilayah sejuk dan damai yakni Madinah.

Lima program besar Rasulullah saw yang patut menginspirasi setiap pemangku amanah di semua negeri dalam membangun peradaban yakni; membangun masjid, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, menyepakati aturan bersama (piagam Madinah), membangun pertahanan dalam menghadapi musuh serta membangun perekonomian dengan menciptakan pasar.

Dalam penghayatan penulis point pertama di atas sesungguhnya bermakna membangun kesejukan. Mesjid sebagai pusat kegiatan umat saat itu penuh dengan berbagai kepentingan sehingga patut untuk menciptakan kesejukan yang disimbolkan dengan bangunan masjid. Poin kedua, mempersaudarakan seluruh kaum Muslimin saat itu (Muhajirin dan Anshar) termasuk penduduk asli yakni Aus dan Hasraj yang telah bertikai selama puluhan tahun.

Poin ketiga, membuat regulasi bersama secara seimbang dalam bentuk piagam Madinah. Poin ke empat, membangun pertahan jamaah sehingga tidak mudah dikriminalisasi oleh kaum munafik, propokator yang berada disekeliling. Dan yang terakhir point ke lima membangun perekonomian secara terstruktur sesuai kebutuhan masyarakat.

Sungguh Rasulullah saw telah memberikan pelajaran menarik kepada kita 15 abad yang silam.

"Orang pintar adalah orang yang mampu mengobati penyakit yang sudah terlanjur menjalar tapi orang cerdas adalah orang yang mampu menciptakan penangkal sebelum penyakit itu datang"            

Wallahu a'lam bis shawab