Rhoma Irama dan Covid-19

Wacana.info
Bersama Rhoma Irama Saat Kunjungannya di Mamuju Tahun 2014. (Foto/Shalahuddin Fix)

Oleh: Manaf Harmay (Pemimpin Redaksi WACANA.Info/Wakil Ketua Fans of Rhoma and Soneta Sulbar 

Semua juga tahu, Rhoma Irama (berikut Soneta-nya) adalah sosok dengan segudang kisah prestisius di belakangnya. Di belantika musik Indonesia bahkan dunia, 'Ksatria Bergitar' itu punya tempat yang istimewa.


Lantas, apa hubungannya dengan pandemi covid-19 ?.

Awalnya, tulisan ini bermula dari diskusi sederhana antara penulis dengan Hanif Harmay yang adik bungsu penulis sendiri. Tengah malam hingga dini hari diskusinya.

Sang bungsu banyak bertanya tentang mengapa Rhoma Irama begitu banyak diidolakan orang. Bahkan para musisi kelas, yang nomor satu sekalipun di Negeri ini bahkan segan ke Beliau.

Predikat sebagai raja dangdut pun masih melekat pada seorang Rhoma Irama (rasa-rasanya tak ada yang akan bisa menggantikan Rhoma Irama di posisi itu). Kepada Hanif, saya mulai menjelaskan secuil dari jutaan keistimiewaan tentang Rhoma Irama, dan mengapa ia begitu dipuja.

Pak Haji, begitu sering ia disapa, memulai karir bermusiknya di medio 1960-an. Warna Dangdut, di masa itu masih didominasi oleh nuansa melayu dengan pengaruh Arab serta corak India yang terdengar begitu sangat kental.

Dengarlah karya-karya Ellya Khadam atau A Rafiq. Kedua nama legendaris itu besar di masa dimana dangdut begitu didominasi campuran melayu, Arab dan India.

Kala itu, dangdut cukup dengan gendang dua, mandoling serta suling. Pun kalau ada tambahan instrumen lainnya, sifatnya hanya pelengkap. Jangan bayangkan pertunjukan dangdut di masa itu semegah sekarang.

Cukup lama musik dangdut dianggap sebagai musik kampungan. Denny Sakrie, dalam buku 100 Tahun Masuk Indonesia (2015) bahkan mencatat, dangdut disetarakan oleh sebagian kalangan yang benci dengan hal yang kotor di awal-awal kepopulerannya. Demikian dikutip dari Tirto.id dalam 'Rhoma Irama Sang Raja yang Tak Tergantikan'.

Kemegahan Konser Rhoma Irama dan Soneta di kota Mamuju, September 2014 yang Lalu. (Foto/Shalahuddin Fix)

Rhoma Irama pun muncul. 13 Oktober 1973 ia membentuk Soneta. Lagu-lagu yang dibuat Rhoma Irama, adalah tonggak sejarah penting bagi musik dangdut di Indonesia. Juga terkait dengan musik melayu juga.

Para ahli macam Khrisna Sen dan David Hill dalam Media, Culture and Politics (2000) juga Marle Ricklefs dalam Mengislamkan Jawa (2013) menyebut nama Rhoma sebagai orang penting dalam musik Indonesia di buku-buku mereka.

"Dia mentrasformasikan orkes Melayu gaya lama dan memadukannya dengan gaya ritmis khas lagu-lagu dalam film India, yang populer di antara audiens kelas pekerja urban, menjadi dangdut yang berirama rancak, dan diterima oleh segala lapisan masyarakat dan didukung oleh menteri-menteri dalam kabinet," tulis Khrisna Sen dan David Hill dikutip oleh Ricklefs dalam Mengislamkan Jawa.

Yang juga bikin nama Rhoma Irama melejit adalah tatkala ia dan Soneta sukses memberi warna tersendiri pada musik dangdut yang dimainkannya. Nuanasa musik rock terdengar begitu mengaum di sebagian besar lagu-lagunya.

Wajar saja, bendera Rhoma Irama berikut Soneta-nya memang sedang berkibar di tengah demam band rock raksasa asal Inggris, Deep Purple lagi hits-hitnya. Dari sini, menjadi hal yang wajar ketika corak distorsi 'gitar patah tanpa kepala' ala Rhoma punya kemiripan dengan cita rasa sound gitar dari Ritchie Blackmore, pria yang pernah jadi gitaris Deep Purple.

Dari awalnya dicap sebagai musik kampungan, dangdut di era Rhoma Irama mulai dilirik. Derajatnya naik karena konser dangdut yang diinisiasi Rhoma dan Soneta selalu dengan panggung berukuran besar. Lengkap dengan tata linghting serta piranti sound syistem yang lebih menggelegar lagi.

Di benak penulis, Rhoma Irama punya cita rasa musik Rock yang sangat kuat. Meski dangdut sebagai identitas tak sedikit pun ingin ia hilangkan. Buktinya, saat Bang Haji dan Soneta menggelar konsernya di kota Mamuju enam tahun lalu, penulis berkesempatan diskusi dengan sound engineering Soneta.

Lupa nama lengkapnya. Noy, begitu sosok yang sudah tak muda lagi itu disapa. Dengan rambut gondrong dan bergelombang yang tampak mulai memutih, ia cekatan betul mengerjakan perangkat sound system sesuai dengan keinginan Sang Raja. 

 

Rhoma Irama Saat Memimpin Sound Cek di Panggung Hiburan di kota Mamuju Tahun 2014 Silam. (Foto/Shalahuddin Fix)

"Saya sudah ikut dengan Pak Haji sejak sound system Soneta hanya diangkut meggunakan kendaraan berukuran kecil, sampai sekarang saat sound system-nya sudah harus dimuat dengan pesawat kargo," ujar pria yang pernah jadi bagian tak terpisahkan dari band rock legendaris Indonesia, God Bless itu.

Standar bermusik sang raja dangdut itu pun sangat tinggi. Penulis membuktikannya sendiri, ketika ia memimpin para personil Soneta dalam agenda sound check sebelum mereka manggung tahun 2014 silam.

Mulai dari bunyi gitar, bass, suling, mandoling, keyboard serta drum elektrik harus sesuai dengan telingan pak haji. Vokal apa lagi. Standar yang digunakan harus menggunakan standar bang haji sendiri. Wajib.

Rhoma bahkan tak segan menghentikan permainan 'anak-anak' Soneta jika masih ada bunyi yang mengganggu di telinga pak Haji. Sembari meminta sang soundman untuk membetulkan bunyi yang mengganggu itu. Lagi-lagi, standarnya harus dari Rhoma sendiri.

Di sini penulis membuktikan sendiri, betapa Rhoma Irama berhasil mengangkat derajat musik dangdut itu ke level yang lebih tinggi. Dengan standar dan kemegahan yang jauh lebih tinggi lagi.

Dari tangan dingin Rhoma Irama-lah musik dangdut berubah drastis. Sang revolusioner untuk musik dangdut tak berlebihan dilekatkan untuk Beliau. Ia merubah dangdut dari musik kampungan menjadi musik yang elegan. Pun dari sisi pertunjukannya. Rhoma Irama mengubah semuanya.

Di titik ini, wajar kiranya sebagian besar (atau bahkan semua) musisi di Indonesia ini tetap hormat ke beliau. kepada the only one Rhoma Irama, sang raja dangdut Indonesia.

Kalau Rhoma Irama menjadi legenda ketika berhasil merubah musik dangdut secara revolusioner. "Berarti tak beda jauh dengan apa yang dilakukan covid-19 saat ini,"?. Pertanyaan yang keluar dari Hanif. Kulihat kantuknya mulai tak tertahankan mendengar cerita Rhoma Irama yang kuterangkan ke adik bungsu itu.

Sekali lagi, kuambil sebatang rokok dan membakarnya. Belum juga setengah batang ia kuhisap, Hanif pun meninggalkan ruang tamu tempat kami berdiskusi. Ia memilih ke kamar. Mungkin kantuknya memuncak karena cerita tentang Rhoma Irama yang kuceritakan padanya, atau bisa saja karena rasa muak yang ia tujukan ke covid-19, seperti kesimpulan yang ditegasknnya tadi. Atau bisa saja ia ingin menelpon pacarnya, tanpa ingin di dengar oleh siapapun.

Benar juga, kata si bungsu. Rhoma Irama dan covid-19 punya kemiripan. Sama-sama mengubah sesuatu secara drastis. Kalau Rhoma memberi sentuhan perubahan khusus kepada musik dangdut, covid-19 merubah pola hidup kita, juga secara drastis.

Dulu kita mungkin tak begitu peduli dengan yang namanya cuci tangan, atau segala tetek bengek tentang pola hidup sehat dan bersih. Covid-19 datang, merubah segalanya. Cuci tangan kini jadi hal yang wajib dilakukan secara rutin. Pun dengan pola hidup sehat dan bersih harus kita lakukan untuk mencegah penularan covid-19. Virus yang menyerang saluran pernapasan itu.

Sektor ekonomi, politik, sampai keagamaan pun ikut berubah secara drastis oleh pandemi covid-19. Benar-benar radikal berubahnya. Ramadhan dan Idul Fitri yang baru-baru ini telah kita lewati terasa jauh berbeda dengan apa yang tahun-tahun sebelumnya dijalani bersama.

Penulis dan Beberapa Pengurus Fans of Rhoma and Soneta (Forsa) Sulbar Lainnya Saat di Kukuhkan oleh Rhoma Irama Tahun 2014 Silam. (Foto/Shalahuddin Fix)

Tak ada semarak Ramadhan di masjid atau di mushollah. Oleh pemerintah, semua ibadah Ramadhan diminta untuk dilakukan di rumah saja. Untuk mengurangi dampak negatif dari covid-19, shalah Idul Fitri yang biasanya digelar secara berjamaah di lapangan terbuka atau di masjid dan mushollah, tahun ini sama sekali ditiadakan. Di rumah saja, pokoknya.

Kini kita semua memasuki fase hidup normal baru. Aktivitas ekonomi, sosial dan kegiatan publik akan kembali terbuka. Namun terbatas. Sehingga banyak ritual hidup. Sembari menanti babak baru di tengah pandemi covid-19, jangan lupa untuk tetap mengedepankan protokol kesehatan; pakai masker, atur jarak, hindari kerumunan, sering-sering cuci tangan, jaga kesehatan dengan asupan gizi dengan berolahraga. 

Mengubah sesuatu secara radikal, Rhoma Irama dan covid-19 punya kesamaan kan ?.

Eh, harap dicatat, Rhoma Irama sebulan yang lalu meluncurkan single baru berjudul 'virus corona'. Di You Tube, video klipnya bahkan telah ditonton hingga 5,8 Juta kali, sekarang mungkin sudah lebih dari itu.


Hanyalah padamu Tuhan

Kami mohon perlindungan

Dari ancaman bahaya

Virus yang makin mewabah

Berilah inayah untuk menghentikan....


Penggalan lagu berjudul 'virus corona' yang dinyanyikan Rhoma Irama.

* Tulisan ini telah tayang di kolom OPINI Harian RADAR SULBAR edisi Jumat 29 Mei 2020