Kembali Membaca Fitrah Kita

Wacana.info
Dr. Anwar Sadat, M.Ag. (Foto/Istimewa)

Oleh: Dr. Anwar Sadat, M.Ag (Wakil Ketua III STAIN Majene)

Salah satu bentuk pengenalan diri dalam konteks muhasabah adalah mengenal esensi dan eksistensi kehidupan manusia khususnya pada aspek fitrahnya. Aspek ini mempunyai peran tersendiri bahkan sangat vital untuk dijadikan dasar mengenal potensi manusia. 

Potensi fitrah merupakan salah satu tatanan nilai yang ada pada diri menusia bersifat orisinil dan alamiah. Ia hadir bersama jasmaniah dan rohaniah dalam rangkaian proses penciptaan yang seimbang dan senantiasa terjaga oleh kearifan Sang Pencipta.

Kajian Al-Quran memperlihatkan bahwa manusia diciptakan dengan membaca fitrah (potensi) keagamaan yang hanief, yang benar. Dan tidak bisa menghindar meskipun boleh jadi ia mengabaikan atau tidak mengakuinya (QS Ar-Rum:30). 

Al-Qur’an memandang manusia mempunyai potensi positif lebih besar dibandingkan potensi negatifnya. Manusia lebih mudah untuk berbuat baik daripada berbuat jahat atau manusia memperoleh ganjaran dari pada yang diusahakannya. 

Jadi fitrah manusia itu cenderung kepada kebaikan. Jika ada orang yang melakukan keburukan, sebenarnya yang terjadi pada awalnya ia harus bersusah payah melawan fitrah dalam dirinya. 
Adapun fakta yang terlihat mengapa kecenderungan daya tarik keburukan lebih kuat dibandingkan daya panggil kebaikan, itu lebih pada dorongan eksternal yang lebih dominan sehingga potensi tabiat negatif seringkali muncul.

Pengenalan terhadap fitrah manusia diawali dengan mengetahui konsep kelahiran manusia baik dari unsur lahiriah maupun dari unsur batiniah. Achmad Mubarak dalam Jiwa dalam Al-Qur’an (2000: 153-154) menyebutkan, fitrah dalam kajian Islam dikembangkan dalam sembilan makna yaitu:
1. Fitrah berarti suci (Thuhr)
2. Fitrah berarti Islam (Dienul Islam)
3. Fitrah berarti mengakui ke-Esaan Allah (at-Tauhid)
4. Fitrah berarti murni (al-Ikhlas)
5. Fitrah berarti kondisi penciptaan manusia yang mempunyai kecenderungan untuk menerima kebenaran.
6. Fitrah berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah.
7. Fitrah berarti ketetapan atau kejadian asal manusia mengenal kebahagiaan dan kesesatannya.
8. Fitrah berarti tabiat alami yang dimiliki manusia (human nature)
9. Fitrah berarti al-Gharizah (insting) dan al-Munazzalah (wahyu dari Allah).

Fitrah dalam hati suci di sini adalah kondisi manusia yang masih netral belum muslim atau kafir, namun tetap mempunyai kecenrungan pemakanaan fitrah dengan kesucian merupakan antitesa dari pemaknaan fitrah dengan Islam. 

Kerena secara rasional tidak mungkin anak itu berada dalam kondisi keimanan dan kekafiran, berpengetahuan dan kebodohan, berbudi pekerti luhur dan durhaka. Kesemua itu terjadi setelah anak itu terkondisikan oleh lingkungan luar darinya. 

Meskipun salah satu hadist Nabi SAW menjelaskan bahwa seorang anak yang lahir dari rahim ibunya berada dalam kondisi fitrah (murni), ayah bundanyalah yang menjadikan anak itu bergeser dari fitrah yang telah digariskan.

Fitrah dalam arti potensi dasar manusia yang di bawah sejak lahir senantiasa cenderung berpihak pada kebenaran. Wallahu a'lam bis shawab...

Stay at home - Rea Barat,  22 Mei  2020