Menggagas ‘Fiqh Milenial’ (Bagian Kedua)

Wacana.info
Dr. Anwar Sadat, M.Ag. (Foto/Istimewa)

Oleh: Dr. Anwar Sadat, M.Ag (Wakil Ketua III STAIN Majene)

Kalimat terakhir penulis pada edisi sebelumnya ditutup dengan menyatakan 'merebaknya covid-19 di era industry 4.0 ini seyogyanya menggelitik para pakar hukum Islam untuk merumuskan metodologi baru ke-fiqhi-an. Misalnya; fiqh covid-19, atau fiqh industry 4.0, atau fiqh milenial, dan seterusnya'.  

Salah satu fakta yang tidak dapat diingkari adalah bahwa hukum Islam telah berlaku pada hampir di seluruh belahan dunia dengan kelebihan dan kekurangannya. Keragaman bangsa dan peradabannya. Sesuai dengan perubahan waktu dan zamannya. 

Hukum Islam telah mampu memenuhi berbagai keperluan masyarakat dan mampu mendiagnosis berbagai penyakit dan problema yang timbul dalam kehidupan dengan cara aman, tertib dan adil. Hukum Islam tampil sebagai undang-undang yang diagungkan di negara-negara Islam sekitar 13 abad lamanya sampai datangnya masa imperialisme Barat yang mengganti kedudukannya dalam bentuk qanun buatan manusia.

Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik karena hukum Islam disamping memiliki keteguhan dasar dan akar yang kuat terhadap akal dan keluhuran fitrah, pemeliharaan realitas, keseimbangan antara hak dan kewajiban, rohani dan jasmani, dunia dan akhirat yang dibangun atas fondasi keadilan. 

Hukum Islam juga memiliki sifat elastis yang menakjubkan sehingga menjadikannya fleksibel terhadap masalah baru dan mampu mengatasi berbagai dilema zaman modern termasuk zaman milenial seperti sekarang. Hukum Islam memiliki karakter syumul (universal) yang meliputi semua zaman dalam kehidupan dan eksistensi manusia. 

Hukum Islam adalah hukum untuk semua zaman dan generasi, bukan hukum yang terbatas oleh masa dan tempat yang implementasinya berakhir seiring dengan berakhirnya zaman tersebut, seperti yang terjadi pada para Nabi pembawa hukum sebelum Nabi Muhammad diangkat sebagai Rasul.

Tidak dipungkiri akan ada perbedaan materi hukum dalam satu wilayah dengan wilayah lainnya mengingat paradigma yang terbangun sejak awal dari sistem tradisi dan kearifan lokal wilayah tertentu akan banyak mewarnai pilihan mazhab di wilayah tersebut. 

Akan tetapi secara umum jiwa dan karakternya pasti sama karena sumber hukum primer yang  menginspirasinya sama yaitu Al Quran dan hadist serta ijma' ulama. Beberapa faktor sosio-kultural termasuk kondisi geografis, ekonomi, dan tingkat pendidikan masyarakat akan ikut membentuk warna hukum Islam di wilayah tersebut.
  
Untuk mengantisipasi faktor-faktor penyebab sebagaimana tersebut di atas, maka perlu dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, mengadakan kajian secara komprehensif terhadap seluruh tradisi Islam, baik yang bersifat fenomena tradisional maupun Islam modernis dalam berbagai aspek. 

Kedua, menggunakan kajian ilmiah kontemporer tanpa mengabaikan khazanah intelektual Islam klasik. Ketiga, memasukkan masalah kekinian ke dalam pertimbangan pada saat menginterpretasikan Al-Qur-an dan al-Sunnah. Keempat, mengembangkan fiqih Islam dengan cara memfungsikan kembali ijtihad baik individual maupun kolektif sehingga dapat menghasilkan materi hukum yang sesuai dengan modernisasi yang sekarang sedang berjalan dalam masyarakat Islam. 

Kelima, menyatukan pendapat di antara mazhab-mazhab tentang berbagai masalah hukum yang serupa dan sama demi kepastian hukum dan ini dapat dilaksanakan jika semua pihak memandang bahwa fiqh sebagai suatu kesatuan yang utuh. Keenam, zaman modern dikenal dengan zaman spesialisasi dan zaman pembidangan secara kritis, sebab tidak mungkin para fuqaha dapat berbicara tentang segala bidang pada zaman sekarang ini. 

Tentang hal ini hendaknya dipahami sebagai hikmah tersembunyi (blessing in disguise) yang memungkinkan para ahli hukum Islam untuk duduk bersama memecahkan berbagai masalah hukum yang lebih menyentuh akar permasalahan. 
 
Adalah benar masa sekarang sangat sulit menemukan pakar-pakar yang multi talent sekelas Ali bin Abi Thalib, atau Imam Al Gazali, atau Yusuf Al Qardawi dan seterusnya. Seiring dengan hari kebangkitan bangsa, kita mencoba untuk menginstal ulang semangat kebangkitkan fiqh Islam pada generasi-generasi milenial masa kini dan mendatang.
              
Wallahu a'lam bis shawab ... 

Stay at home - Rea Barat,  20 Mei  2020