Menjaga Diri Dari ‘3R’

Wacana.info
Dr. Anwar Sadar, M.Ag. (Foto/Istimewa)

Oleh: Dr. Anwar Sadat, M.Ag (Wakil Ketua III STAIN Majene)

Kurang dari seminggu lagi kita semua akan segera meraih hari kemenangan. Beberapa persiapan telah dilakukan sesuai tingkat kebutuhan dan tingkat kemampuan. 

Seperti biasanya, dalam menghadapi perayaan Idul Fitr, hampir setiap orang selalu berusaha tampil lebih baik untuk tidak menyebutnya serba baru. Sebut saja misalnya pakaian baru, di samping tentunya kondisi ruhani terbaru yang terlatih selama sebulan penuh di bulan Ramadhan.

Khusus tahun ini hampir pasti rasanya akan sedikit berbeda dari perayaan sebelumnya. Kondisi yang masih dibayang-bayangi ketakutan akan penyebaran covid-19 sangat boleh jadi menempati perhatian utama. 

Beberapa kelompok masyarakat yang memang sejak awal merasa bahwa 3R (risih, resah dan ragu) terhadap fatwah pembatasan shalat berjamaah di masjid mulai nyaring meneriakkan perlawanannya. Hal ini tergambar dalam diskusi daring on line tokoh-tokoh masyarakat di wilayah tertentu.  

Tuntutan mereka misalnya agar ada kelonggaran bagi mereka untuk melaksanakan shalat id di masjid-masjid. Meski daerah tempat masjid itu berdiri megah masih masuk zona merah alias rawan penyebaran virus.

Dalam islam sendiri sebenarnya keberadaan fatwah ulama memang masuk kategori ijtihadi yang sudah tentu sangat terbuka ruang subyektifitas, artinya ada hak orang lain untuk berbeda pandangan. Persoalannya kemudian jika kecenderungannya mengarah pada perpecahan atau bahkan perseteruan, tentulah bukan sesuatu yang elok untuk dibiarkan.

Dahulu kala ketika kaum musyrik bersikeras menolak ajaran Islam. Demi kemaslahan bersama, Tuhan memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk berkata kepada mereka; "Sesungguhnya kami atau kamu yang berada dalam kebenaran, atau dalam kesesatan yang nyata. Kamu tidak akan diminta mempertanggungjawabkan pelanggaran-pelanggaran kami dan kamipun tidak akan diminta mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kamu. Katakanlah, 'Tuhan kelak akan menghimpun kita semua, kemudian Dia memberi keputusan di antara kita dengan benar'. Sesungguhnya Dia Maha pemberi keputusan lagi Maha mengetahui" (QS. Saba: 24-26).

Hemat penulis meski dalil tersebut berbicara dalam konteks yang berbeda, namun ide dan metodologinya bisa kita tarik dalam menyelesaikan persoalan pelik yang tengah kita hadapi sekarang. Ayat di atas terlihat bahwa ketika keyakinan pandangan sudah tertanam dalam setiap dada manusia, kita tidak serta merta diperintahkan keluar untuk berkata: "inilah kebenaran dan kalian berada dalam kesesatan yang nyata". 

Akan tetapi kandungan ayat tersebut secara bijak justru mengajarkan: "mungkin kami yang benar, mungkin pula kalian. Mungkin kami yang keliru, mungkin juga kalian yang salah. Kita serahkan semuanya kepada Allah untuk memutuskannya". 

Tentu saja ini harus diucapkan sambil tetap menyertakan senyuman terindah yang kita miliki terlebih mereka adalah saudara kita juga. 

Ternyata Al Quran lebih toleran dari pada sikap yang sering terdengar dari sementara ulama yang menyatakan pendapat kami benar, tetapi mengandung kemungkinan keliru dan pendapat anda yang keliru tapi mengandung kemungkinan kebenaran.

Mohon maaf penulis sampaikan bahwa kelemahan kita sebagai manusia terkadang memiliki semangat yang menggebu-gebu secara berlebihan bahkan tanpa terasa melebihi sikap Tuhan dalam mengaktualisasikan pendapat. Bahkan ada yang kemudian mengatasnamakan Allah untuk menjatuhkan vonis kepada orang lain (sementara viral). Sementara Allah sendiri menyatakan "RahmatKu mendahului amarahKu." 

Kita semua hanya berupaya mencari yang terbaik. Bulan ini penuh berkah, semoga Allah ta'ala segera menurunkan petunjukNya. Amin...
             
Wallahu a'lam bis shawab  

Stay at home - Rea Barat,  18 Mei  2020