Tentang Lantunan Ayat Suci dari Kamar Pasien Positif Covid-19

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--Pasien positif covid-19 asal Majene kini telah mendapat perawatan intensif di RS regional. Ia ditempatkan di ruang isolasi khusus pasien covid-19 yang telah disiapkan pihak rumah sakit.

Kabarnya, kondisi pasien yang diketahui merupakan seorang santriwati di salah satu Pondok Pesantren di Bogor, Jawa Barat itu berangsur membaik. Direktur RS regional provinsi Sulawesi Barat, dr Indahwati Nursyamsi membenarkan informasi tersebut.

"Alhamdulillah terus mengalami perkembangan. Kata perawat dengan kagum, setiap lewat di depan ruangan isolasi mereka terus mendengarkan lantunan ayat Suci Al-Quran dan terus mengerjakan sholat. Benar Al-qur'an adalah as-syifa', obat penyembuh," ucap dr Indahwati Nursyamsi kepada sejumlah wartawan, Selasa (31/03).

"Kelihatannya membaik. Kemarin sore saya baku dadah ji (saling nelambaikan tangan) lewat jendela," sambung dia.

RS Regional Sulbar. (Foto/Istimewa)

Serangan Virus yang Tak Kasat Mata, Kepada Siapa Kita Berlindung ?

Terlepas dari pasien positif covid-19 asal Majene di atas yang kabarnya memang seorang hafizah (penghafal Al-Qur'an), Heri Purnomo dalam ulasannya di PepNews menguraikan, di kesunyian yang dibayangi rasa takut ini, kepada siapa kita harus berkeluh kesah?.

Di tengah-tengah desingan peluru mikro corona yang mengintai di sekitar kita kepada siapa kita berlindung?. Menurut Heri Purnomo dalam tulisannya, barangkali inilah saatnya kita bersama merindu dan pasrah kepada Tuhan sang Pencipta. Meski untuk itu Tuhan menakdirkan makhluk-Nya yang paling seksi (Corona) sebagai wasilahnya.

Merapal ayat suci, serta tak putus sujud lewat sholat yang didirikannya barangkali jadi bukti kerinduan sekaligus kepasrahan pasien positif covid-19 asal Majene tersebut. Tentang energi positif dalam tiap ayat suci Al-qur'an dijelaskan salah seorang cendekiawan Sulawesi Barat, Nur Salim Ismail.

Menurutnya, Al-Qur'an memang punya kekuatan daya sakti untuk menyembuhkan. Seperti apa yang dijanjikan Allah SWT dalam surat Yunus ayat 57 yang artinya; "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman".

"Dari perspektif psikologis, secara umum, seluruh kata-kata positif itu mampu membangkitkan energi positif. Dalam artian cukup berkata-kata baik, berpikir baik, melepaskan diri dari hasrat dan purba sangka, itu memudahkan manusia untuk melepas diri dari keterpurukan. Apalagi jika itu menggunakan instrumen ilahiyah. Tentu itu di luar jangkauan medis. Sebab telah berkaitan dengan sistem kerja realitas supra rasional, " ujar Nur Salim Ismail.

Nursalim Ismail. (Foto/Facebook)

Karenanya, kata Nur Salim, sisi lain dari Covid 19 ini ada pada dimensi spiritual. 

"Bahwa ketika terjadi peniadaan sementara melakukan ritual di rumah-rumah ibadah, itu bukan sebatas karena pencegahan penyakit semata. Bagi saya, inilah saatnya untuk menyadari bahwa selama ini ada yang nyaris lenyap dari kehidupan kita. Peristiwa mengisolasi diri dalam rumah sekaligus menguji ketulusan seorang manusia pada Tuhannya. Apakah ketaatan itu benar-benar bergerak lurus dan tulus. Atau sebaliknya, kesalehan kita selama ini hanya karena daya pikat meramaikan rumah ibadah semata. Ujian itu sedang kita jalani sekarang," tutup Nursalim Ismail yang pengajar di STAI Al Azhary Mamuju itu.

Kekuatan do'a serta kepasrahan kepada Sang Pencipta bagi mereka yang terpapar covid-19 mendapat atensi dari dewan pembina lembaga Esensi Sulawesi Barat, Syarifuddin Mandegar. Menurutnya, jenis pengobatan itu ada dua; ada yang secara medis dan ada yang secara spritual seperti lewat do'a. Hubungan manusia dengam Tuhan adalah hubungan universal.

"Jadi tidak ada satupun sesuatu yang dialami oleh manusia baik ia dalam kondisi sakit atau sehat yang terlepas dari hubungannya dengan Tuhan," kata Syarifuddin Mandegar.

Tuhan, sambung Syarifuddin, adalah dzat yang maha menyembuhkan. Meski ke-maha menyembuhkan-nya Tuhan kepada manusia sangat tergantung pada ikhtiar. Dengan cara; tawakkal atau berserah diri kepada Tuhan atas sakit yang sedang kita derita, serta melakukan pengobatan secara medis.

"Terkait dengan pasien yang sedang dirawat di RS regional Sulbar bahwa bacaan Al-qur'annya tidak pernah putus adalah bentuk ikhtiar yang dilakukan untuk mendialogkan sakitnya dengan Tuhan melalui sarana Al-qur'an. Jadi anak itu sedang menggabungkan antara kekuatan medis dengan kekuatan spritual," sebut mantan aktivis HMI itu.

Syarifuddin Mandegar. (Foto/Manaf Harmay)

Pasien tersebut, menurut Syarifuddin, sadar betul bahwa sakit yang ia derita tidak hanya mengandalkan kekuatan imunitas tubuh belaka. Tetapi kekuatan jiwa juga dapat membawanya pada jalan kesembuhan. Sakit secara fikis, secara langsung psikis pun ikut merasakannya. Begitu pula sebaliknya.

"Sama ketika kita marah atau sedih, maka raut wajah kita akan mengalami perubahan. Jadi sekali lagi bahwa bibir anak itu yang tidak pernah berhenti merapalkan ayat-ayat Tuhan merupakan proses dialogis dia dengan Tuhan lewat sarana Al-qur'an untuk mengijabah ke-maha menyembuhkan-nya Tuhan," beber Syarifuddin Mandegar.

"Meski perlu dipahami bahwa hafalan Qur'annya tidaklah berhubungan langsung dengan sakit yang ia derita. Hanya saja disaat dia dalam kondisi tidak berdaya, secara psikologis ia berusaha bangkit dengan menjadikan hafalan-hafalan ayat Al-qur'an sebagai kekuatan," pungkas Syarifuddin Mandegar. (Naf/A)