Penataan Ruang di Kabupaten Mamuju Sebagai Bentuk Mitigasi Aglomerasi Ekonomi

Wacana.info
Kota Mamuju di Malam Hari. (Foto/Manaf Harmay)

Oleh: Radinal Jayadi (Staf Bidang Penataan Ruang, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mamuju)

Kabupaten Mamuju kini bak gadis cantik yang sedang diletakan dalam etalase ekonomi di provinsi Sulawesi Barat, dibingkai dengan berbagai macam bentuk paket kebijakan investasi yang memudahkan. Dengan tujuan, menarik hati para pemilik modal untuk mau menanamkan modal ekonomi di kabupaten yang berjuluk Manakarra ini.

Dengan posisi yang strategis sebagai episentrum ekonomi serta pusat pemerintahan provinsi menjadikan Kabupaten Mamuju memiliki posisi tawar yang cukup tinggi di kalangan para pemilik modal untuk melakukan investasi ekonomi di kabupaten ini. Layaknya pepatah 'dimana ada gula di situ ada semut'.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Mamuju dalam angka tahun 2010-2016. dalam kurun waktu lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Mamuju memiliki trend pertumbuhan yang linear dari tahun ketahun.

Sebagai konsekuensi logis atas posisi strategis di atas, kabupaten Mamuju menjadi tempat konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi yang kemudian disebut oleh Montgomery sebagai 'Aglomerasi Ekonomi'. Akibatnya, kabupaten Mamuju menjadi medan magnet atas konsentrasi penduduk serta kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya yang tentunya memberi dampak langsung terhadap pola serta struktur ruang wilayah kabupaten.

Akibatnya, perubahan penggunaan lahan di kabupaten mamuju mengalami percepatan lebih cepat khusunya di kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perkotaan. Berdasarkan analisis spasial menggunakan sistem informasi geospasial (GIS), pemanfatan lahan untuk aktivitas pertaniaan khususnya lahan sawah mengalami perubahan hingga -7.60 Persen, belum lagi penggunaan lahan lainya yang mengalami perubahan pemanfaatan

Ruang wilayah memiliki luas yang tetap, sedangkan dinamika yang terjadi didalamnya terus mengalami perubahan. Sebagaimana dalil yang dingunakan oleh Robert Maltus dalam teori kependudukan bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris mengikuti (deret ukur). Sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara arismatik mengikuti (deret hitung). Pertumbuhan penduduk berimplikasi terhadap pertambahan rumah, infrastruktur, fasilitas umum dan sosial, padahal luas ruang yang tersedia tetap.

Apabila potensi yang strategis tidak dikelola dengan sebaik mungkin, maka aglomerasi ekonomi akan menjadi buah simalakama di kemudian hari, yang akan memicu degradasi lahan, sebagai akibat pemanfatan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan. Secara langsung akan berimplikasi terhadap munculnya berbagai permasalahan perkotaan baik itu kemacetan, urban sprawl, permukiman kumuh serta permasalahan klasik perkotaan lainnya.

Dalam rangka melindungi fungsi ekosistem lingkungan kawasan perkotaan maka diperlukan mitigasi atas aglomerasi ekonomi yang sedang berlangsung. Penataan ruang wilayah merupakan salah satu bentuk mitigasi terhadap aglomerasi ekonomi, yang menempatkan setiap peruntukan lahan sesuai dengan daya dukung lingkungan 

Penataan ruang pada dasarnya menyangkut dua hal dalam perencanaannya, yakni menetapkan struktur ruang serta pola ruang wilayah yang ideal dalam meletakan zonasi peruntukan kawasan, sehingga tujuan dalam menciptakan ruang yang aman, nyaman, produktif serta berkelanjutan dapat tercapai sebagaimana amanat Undang Undang 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Dalam perkembangan penataan ruang kerap kali menimbulkan konflik ruang dalam penetapannya, sehingga berakibat pada terjadinya distorsi dalam penetapan peruntukaan kawasan. Mesti menjadi catatan oleh setiap pemangku kebijakan dalam penataan ruang, sebagiamana yang dikatakan founding fathers Bangsa Indonesia, Ir. Soekarno. Beliau mengatakan mendirikan suatu negara 'semua buat semua'. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi 'semua buat semua'. 

Maka sudah semestinya penataan ruang wilayah itu mestilah diletakan dalam kacamata yang objektif. Sehingga tujuan penataan ruang sebagai upaya mitigasi dari proses aglomerasi yang terjadi di kabupaten Mamuju dapat terwujud. (*)