Menelisik Tantangan kehidupan Berdemokrasi di Sulbar

Wacana.info
Empat Indokator IDI Sulbar Tahun 2018 yang Masih Berkategori Buruk. (Dok. BPS Sulbar)

MAMUJU--Dari 28 indokator yang jadi sasaran Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Sulawesi Barat tahun 2018, masih ada empat indikator yang oleh BPS dianggap masih dalam kategori buruk

Secara umum, IDI Sulawesi Barat tahun 2018 masuk dalam kategori sedang di angka 71,46. Setidaknya naik 3,72 poin jika dibandingkan IDI di tahun sebelumnya.

Dalam menyimpulkan IDI Sulawesi Barat tahun 2018, empat indikator yang dikategorikan masih buruk itu masing-masing, demontrasi/mogok yang bersifat kekerasan (1,09), Perda yang merupakan inisiatif DPRD (25,00), rekomendasi DPRD kepada eksekutif (3,57) dan upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah (25,00).

Anggota DPRD Sulawesi Barat, Firman Argo Waskito mengakui, rekomendasi tertulis yang dilayangkan legislatif khususnya terhadap jalannya pemerintahan oleh eksekutif di Sulawesi Barat memang masih lemah. Kendati demikian, bukan berarti fungsi pengawasan yang melekat di DPRD tak berjalan maksimal.

"Ini hanya persoalan yang sifatnya administrasi saja. Bahwa rekomendasi secara lisan atau pun yang sifatnya secara langsung kita sampaikan ke esekutif sebenarnya cukup sering kita lakukan. Dalam setiap kasus yang dibicarakan dengan teman-teman OPD misalnya, cukup sering kami memberi masukan atau bahkan mengkritisi kebijakan eksekutif yang dianggap tidak jelas," papar Firman saat ditemui di DPRD Sulawesi Barat, Selasa (8/10).

Firman Argi Waskito. (Foto/Manaf Harmay)

Di masa mendatang, Firman yang legislator Demokrat itu optimis, serangkaian rencana telah disusun dengan seksama di internal DPRD Sulawesi Barat demi memaksimalkan fungsi pengawasan.

"Nanti di DPRD akan ada semacam layar besar. Di sana akan ditampilkan semua kegiatan DPRD. Audio visiual akan ditayangkan di sana. Termasuk sejumlah catatan penting dalam setiap pertemuan yang kita lakukan juga akan ditampilkan. Jadi, semua orang bisa mengaksesnya. Harapan kami, para staf yang ada di DPRD bisa merapu setiap hasil pertemuan itu untuk kemudian dibuatkan kedalam sebuah rekomendasi untuk kita teken. Selanjutnya, rekomendasi itu yang akan dilayangkan ke pihak-pihal terkait, pihak eksekutif utamanya," tandas Firman Argo Waskito.

Baik buruknya capaian angka IDI di Sulawesi Barat hendaknya dijadikan dasar untuk kemudian bagaimana pemerintah menentukan arah kebijakannya. Anggota DPRD Sulawesi Barat dari partai Golkar, Usman Suhuriah menyebut, stiap angka yang ditunjukkan dalam IDI merupakan tantangan yang mesti dijawab dengan pasti di masa mendatang.

Kata dia, IDI adalah hal yang sifatnya fundamental dalam mengukur kinerja pemerintah. IDI, sebut Usman, IDI juga menjadi ukuran bahwa masyarakat yang mengalamai dan menjalani proses demokratisasi mesti terarah pada peninngkatan di setiap indikator dalam menghitung IDI.

"Jadi tidak ada kemajuan ekonomi yang berarti kalau IDI kita buruk. Dia harus berjalan seiring," cetus Usman, Anggota DPRD Sulawesi Barat yang baru dilantik 26 Oktober 2019 lalu.

Sebagai pendatang baru di lembaga legislatif di Sulawesi Barat, Usman berkomitmen untuk terus mengasah kepekaan sosialnya. Melihat kondisi nyata sekaligus berbagai dinamika di internal DPRD.

Usman Suhuriah. (Foto/Manaf Harmay) 

"Ini penting untuk melihat tingkat kepentingan di internal DPRD kaitannya dalam melahirkan kebijakan melalui fungsi legislasi. Tentu DPRD akan bertanya kepada pemerintah bahwa apa sih yang dibutuhkan pemerintah dalam hubungannya dengan penggunaan hak legislasi di DPRD. Terutama adalah Anggota DPRD itu harus benar-benar mendudukkan fungsi legislasinya terhadap hal-hal yang dianggap penting untuk didorong melalui pembentukan Perda insiatif," papar Usman, mantan Ketua KPU Sulawesi Barat itu.

Tentang rekomendasi DPRD Sulawesi Barat yang terkategori buruk, Usman menjelaskan, hal itu mestinya didudukkan secara ideal. Sebab setiap respon yang diberikan teman-teman di DPRD itu berangkat dari fakta yang diberikan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

"Tetapi kalau itu bersinggungan dengan ketimpangan antara fatka dengan apa yang dialami oleh teman-teman DPRD, pasti teman-teman DPRD itu akan lebih kritis. Pertanyaannya, apakah yang dilihat dalam laporan pertanggungjawaban pemerintah itu berkesesuaian atau tidak. Kalau ia tidak berkesesuaian, tetapi teman-teman di DPRD tidak kritis dalam mempertanyakan itu, maka hal itu merupakan sesuatu yang penting untuk diperbaharui," begitu kata Usman Suhuriah.

Penguatan beragam fungsi yang melekat di DPRD jadi hal yang mesti dilakukan dalam meretas dua indikator yang oleh BPS masuk dalam kategori buruk di atas. Berangkat dari asumsi itu, Anggota DPRD Sulawesi Barat, Muhammad Hatta Kainang menegaskan, maksimalisasi setiap fungsi DPRD jadi poin penting dalam pemahasan Tatib DPRD Sulawesi Barat yang sedang digodok saat ini.

"Persepsi pihak luar terkait Kinera DPRD itu kemudian agak buruk, itu sudah kami bincang serius dalam penyusunan Tatib. Dalam artiany, hal-hal yang sifatnya tentang Perda inisiatif yang kurang misalnya, itu malah kami dalam Tatib meminta tiap tahun Komisi mengusulkan Perda inisatif. Itu salah satu terobosan yang kami lakukan, satu Perda Inisatif tiap Komisi untuk tiap tahunnya. Ini untuk meretas persepsi publik bahwa kita tidak bisa memprodukasi Perda inisatif," beber Hatta Kainang.

DPRD Sulawesi Barat untuk yang akan datang juga sedang merancang sebuh sistem dalam mewujudkan prinsip tranparansi atas kinerja DPRD. Kata Hatta, sistem yang dimaksud diharapkan bisa jadi sarana utama dalam mengevaluasi Kinerja DPRD Sulawesi Barat.

"Bahwa memang proses persidangan, rapat-rapat itu ada audio visual di situ. Ada back up audio visual yang kemudian nanti bisa dinilai oleh publik. Saya rasa persoalan keterbukaan ini memang wajib kita lakukan," sebut legislator Sulawesi Barat dari partai NasDem itu.

Muhammad Hatta Kainang. (Foto/Manaf Harmay)

Poin demi poin dalam rancangan Tatib yang disusun DPRD Sulawesi Barat itu rencananya bakal diujipublikkan ke masyarakat. Ini pentung supaya publik tahu apa yang menjadi pengaturan dalam Tatib DPRD dalam periode ini.

"Urusan rekomendasi DPRD ini dalam prosesnya, dalam rancangan Tatib juga, fungsi pengawasan itu kami perkencang. Jadi memang pengawasan itu tak lain yang selama ini datar-datar saja itu kami kembangkan. Yang jelasnya kapan rekomendasi itu dikeluarkan, tentu hak-hak DPRD itu akan berjalan, apakah itu hak untuk interplasi, hak menyatakan pendapat atau hak angket. Itu akan tetap berjalan ketika rekomendasi tidak dilaksanakan oleh eksekutif. Yang jelasnya biat publik yang akan melihat, siapa-siapa, fraksi-fraksi mana yang kemudian mencoba melaksanakan apa yang menjadi catatan publik tadi," pungkas Muhammad Hatta Kainang.

Penerapan E-Governance di Pemprv Sulbar yang Masih Sangat Lemah

Sekretaris Daerah provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Idris angkat bicara soal indikator penyediaan informasi APBD yang oleh BPS juga masuk dalam zona buruk. Kepada WACANA.Info, Idris menjelaskan, fokus utama pemerintah Sulawesi Barat saat ini adalah bagaimana penerapan e-governance itu bisa terealisasi di semua OPD yang ada.

Kata dia, penyediaan informasi tentang struktur APBD itu sudah diterapkan selama ini. Dengan catatan, batang tubuh APBD yang dipublish adalah dokumen APBD yang telah disetujui bersama antara eksekutif dan legislatif.

"Kalau keterbukaan, saya rasa sudah cukup terbuka. Mungkin saja media aksesnya yang masih belum optimal. Karena kalau informasi di APBD itu kita sudah cukup open-lah. Termasuk misalnya bahan-bahan distribusi antar lembaga. Publik sekarang sudah bisa mengakses itu. Memang yang kita rilis adalah sesuatu yang sudah disepakati DPRD. Misalnya, sore ini APBD-P sudah ditetapkan, besok sudah bisa diakses," terang Muhammad Idris yang ditemui di sela-sela pembahasan APBD-P di gedung DPRD Sulawesi Barat.

Yang dirasakan Muhammad Idris selama ini adalah penerapan e-governance yang masih sangat lemah. Kata dia, di OPD-OPD itu sebagian besar basisnya masih manual.

"Nah sementara kan eranya itu sekarang sudah era yang betul-betul online. Aksesibility-nya harus tinggi. Jadi bukan hanya APBD, tapi keseluruhan," cetus pria yang mantan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Makassar itu.

Muhammad Idris. (Foto/Manaf Harmay)

Lemahnya penerapan e-governance di internal pemerintah provinsi Sulawesi Barat diakui Muhammad Idris jadi salah satu tantangan berat yang mesti dijawab dengan perbaikan yang jika boleh dibahasakan ekstrim.

"Dan ini mohon nanti dukungan kawan-kawan untuk memberikan penguatan di aspek e-governance-nya itu. Karena kita semakin tertinggal kalau tidak kuat informasinya," kata dia.

Hal yang juga dijelaskan Muhammad Idris adalah penggunaan IDI dalam setiap pengambilan kebijakan di pemerintahan. Idealnya kata Idris, IDI mestinya menjadi bahan literasi politik dan demokrasi di Sulawesi Barat. Baiknya, masyarakat tahu tentang poin demi poin yang termaktub dalam IDI itu.

"Sehingga kalau saya, setiap indeks itu, itu kan alat masuk untuk memperbaiki sesuatu yang dianggap masih lemah. Apalagi IDI ini kan akan menjadi indikator kinerja pemerintah. Bukan hanya Gubernur, LKPj-nya kita itu akan diukur dari situ. Makanya saya bilang tidak ada alasan bagi Sulbar ini untuk tidak lebih tinggi dari daerah lain. Kalau saya penekanannya itu di e-governance yang memang masih lemah. Kalau dihitung-hitung, e-governance di seluru provinsi, kita malah ada di bagian bawah. (Naf/A)