Dua Sudut yang Tidak Sama Sisi

Wacana.info
(Foto/Istimewa)

Oleh: Suhardi Duka

Di sudut barat dengan hiruk pikuk kehidupan yang material, dengan dinamika politik yang labil dan cepat berubah serta rapuh toleransi adalah satu sudut kehidupan yang menjadi ajang pertarungan bebas.

Dalam konsep politik Plato (trias politika), lembaga eksekutif adalah pemegang kekuasaan pemerintahan sebuah negara. Sementara legislatif adalah pembuat Undang-Undang untuk mengikat kekuasaan dalam memberikan pelayanan publik, dan lembaga yudikatif untuk penegakan hukum negara.

Untuk mengisi ketiga lembaga tersebut dibuatlah sistim demokrasi dengan berbagai varian sesuai dengan kultur budaya suatu negara. Demokrasi adalah proses politik yang dinamis, yang di dalamnya ada kompetisi yang sejatinya untuk mendapatkan kualitas dan integritas orang pilihan untuk mengisi tiga lembaga trias politika di atas.

Pemilu 2019 telah usai, sebentar lagi hasil Pemilu disahkan/dilantik mulai tingkat kabupaten, provinsi dan puncaknya 1 Oktober 2019 untuk DPR RI/DPD RI, hingga 20 Oktober 2019 untuk Presiden dan wakilnya. 

Apa hasilnya ? dan siapa yang terpilih...?

Apakah Pemilu ini sebagai pesta demokrasi ?, siapa yang berpesta ?. Apakah rakyat, atau hanya kaum kaum borjuis ?

semua pertanyaan itu menggelitik saya untuk menulis artikel ini.

Dalam dunia kapitalis, persaingan adalah keniscayaan. Untuk itu dibuat pasar sebagai ajang persaingan yang yang minim nilai agar pelaku ekonomi tidak dibatasi dalam bertempur utamanya dalam hukum demand and suplay

Kaum kapitalis selalu meminta kepada penguasa agar pasar tidak dikendalikan, tapi dibuat sebebas mungkin agar persaingan lebih sehat dan menghasilkan harga yang eqiliubium. Kualitas dan harga menjadi seimbang.

Demokrasi dalam rupa Pemilu 2019 lalu, semua orang sepakat bahwa belum mencapai harapan sebagai sebuah demokrasi yang pancasilais. Justru semakin jauh. Bahkan bebas nilai, fitnah, janji, pembohongan, pembodohan serta kecurangan menjadi bagian dari kebanggaan sebagian Caleg terpilih.

Pasarnya bebas, tapi tidak sehat karena hasilnya tidak eqiliubium. Harganya mahal tapi kualitasnya rendah. Barang dengan kualitas tinggi justru murah dan tidak terpilih, bahkan banyak yang sudah lama bertengger di pasar justru terdepak dari proses ini. 

Intinya adalah politik kita saat ini masih kotor dan tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan agama serta kultur ke-Indonesia-an kita. Politik kepentingan melibas persahabatan, persaudaraan dan kebersamaan. Tidak ada musuh yang abadi tapi kepentinganlah di atas segalanya. Begitupun tidak ada teman yang setia dan bahkan bisa menjadi musuh. 

Saat ini saya mencoba menjelajahi sudut timur kehidupan ini, merasa haus di tengah perjalanan panjang di dunia politik. Dimana ukuran diri saya dijadikan standard pada orang lain, akibatnya menjadi sesuatu yang tidak sinkron dan kecewa.

Saya berada di komunitas sederhana dan menyederhanakan diri. Walau kata sederhana tidak berarti material.

Apa yang saya temukan ?. Sederhana saja, yaitu manusia pasti mati.

Komunitas ini kelihatan sederhana. Tapi justru pandangannya jauh bahkan lebih jauh dari pandangan para politisi. Menanamkan dirinya pada yang in material, mencari kehidupan yang kosong untuk ditegakkan dan diyakini bahwa di tengah kekosongan itu ada kekuatan yang sangat dahsyat dan tidak dapat dijangkau oleh kekuatan material apapun.

Anda akan menemukan kehidupan yang egaliter. Bukan hanya ikatan persahabatan tapi persaudaraan yang murni walau tidak sedarah. Ada kasih sayang ada ke-iba-an dan ada ketulusan. 

Rasa malu hanya tertuju kepada-Nya tentang kelalaian dan ke-alpa-an dalam kehidupan. Untuk hinaan dan cemoohan serta bully sekalipun dari manusia hanya dijawab dengan senyum dan istighfar.

Dua sudut yang tidak sama sisi ini sedang tarik menarik dalam kehidupan manusia. Dapat ditekuni dua-duanya untuk bisa saling mengoreksi dan ada juga orang justru meninggalkan secara total sisi-sisi yang gelap untuk menuju terang.

Tuhan itu ada. dan sangat adil. Untuk itu mari kita jejaki komunitas ini untuk sekedar wukuf/berhenti sejenak merenung mencoba menganilasa pertanyaan siapa diri kita, dari mana kita dan akan ke mana kita.

Wallahua’lam. (*)