Parade Tari Tradisional di Manakarra Fair 2019

Wacana.info
Parade Tari di Panggung Pembukaan Manakarra Fair 2019. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Sederet sanggar seni tampil di  opening ceremony Manakarra Fair di Anjungan Pantai Manakarra, Jumat (12/07) lalu.

Bupati Mamuju, Habsi Wahid mengapresiasi persembahan panitia Manakarra Fair yang menggandeng Dewan Kesenian dan Kebudayaan Mamuju (DKKM) dengan menampilkan nuansa kearifan lokal Bumi Manakarra di panggung Manakarra Fair 2019.

Menurut Habsi, Manakarra Fair harus menjadi momentum untuk memunculkan budaya-budaya masyarakat masa lampau yang sudah terlupakan di era masyarakat moderen.

"Budaya-budaya yang sudah mulai terlupakan, harus kita muncul pada moment-moment seperti ini, agar kembali diketahui para generasi kita,"kata Habsi kepada wartawan usai pembukaan.

Kata Habsi, event Manakarra Fair ini juga harus menjadi tonggakperkembangan kesenian-kesenian daerah yang ada di Mamuju untuk diperkenalkan sebagai daya tarik daerah.

"Saya kira ini perlu kita kembangkan dan terus dilakukan, untuk menggali kebudayaan kita melalui suatu pentas, karena itu kekayaan bagi kita," sambungnya.

"Dan saya kira Manakarra Fair ini menjadi momen tepat untuk membangkitkan nuansa budaya atau kearifan lokal masyarakat Mamuju yang mulai terlupakan lewat sebuah pementasan," pungkas Habsi Wahid.

Ada beberapa tarian daerah Mamuju yang ditampilkan di panggung pembukaan Manakarra Fair 2019; tari Topemana, Topandio dan Polle’bo.

Tarian-tarian tersebut merupakan tarian khas Mamuju yang selama ini sangat jarang dipentaskan di depan khalayak ramai.

Tari Topemana sendiri merupakan yang disakralkan, tarian ini lahir di tengah-tengah masyarakat Tapalang, daerah yang terletak disisi selatan ibukota provinsi Sulawesi Barat ini.

Sementara tari Topandio dimaksudkan sebagai penyempurnaan pengobatan yang dilakukan oleh seorang raja terhadap anaknya yang sedang menderita penyakit yang sulit untuk disembuhkan.

Ia bercerita tentang prosesi pengobatan terhadap putri raja dimana pa'bisu-bisu (dukun), menunjukkan sikap kecintaan, kesetiaan, dan loyalitas tinggi terhadap sang raja.

Digambarkan, para dukun-dukun tersebut rela berkorban, walau harus nyawa taruhannya demi kesembuhan anak sang raja pada zaman dahulu di Mamuju. (Keto/B)