Konferwil NU Sulbar; Momentum Membumikan Kembali Ahlussunnah wal Jamaah

Wacana.info
Pondok Pesantren Ihyaul Ulum DDI Baruga, Majene, Tempat Pelaksanaan Konferwil ke-III NU Sulbar. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Pengurus Wilayah (PW), Nahdatul Ulama (NU) Sulawesi Barat bakal menggelar Konfresi Wilayah (Konferwil) ke-III di kabupaten Majene, 15-16 Juli 2019.

Kembali fokus dalam upaya mengkampanyekan dakwah Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) ke masyarakat diharapkan menjadi misi utama oleh siapapun yang nantinya terpilih sebagai nahkodah NU di Sulawesi Barat.

"Bahwa yang memimpin atau yang menahkodai ketua wilayah NU di Sulbar nantinya, baik itu ketua tanfidziyaah atau rais aam syuriyah agar mampu menggerakkan dan menahkodai organisasi besar di Indonesia ini. Tugas yang akan dia laksakanakn adalah menghidupkan, memasyaratkan, memberikan penjelasan yang sejelas mungkin tentang pemahaman ahlussunnah wal jamaah yang selama ini hampir kita tidak dengar lagi," ujar tokoh NU Mamuju, Ahmad Multazam kepada WACANA.Info, Kamis (4/07).

Ahmad Multazam. (Foto/Facebook)

Perahu besar bernama NU, kata Multazam, adalah sarana yang paling tepat untuk semakin membumikan semangat ahlussunnah wal jamaah di tengah masyarakat. Ketua majelis dzikir At Thahiriyah Imam Lapeo itu berharap, siapapun yang memimpin organisasi NU, adalah ia yang memiliki komitmen besar dalam menggerakkan NU beserta seluruh
pilar-pilarnya.

"Calon-calon pemtimpin NU di Sulbar ini adalah orang-orang yang siap membangun dan siap bergerak untuk menghidupkan dan mengantifkan kembali organisasi NU. Orang yang terpilih nantinya harus mampu mensinkronkan, menghubungkan kembali pilar-pilar organisasi, elemen-elemen organisasi NU yang selama ini hampir dikatakan komunikasi di antara merekia tidak terbangun dengan baik," begitu kata Ahmad Multazam.

Ketawa dan Menangisnya NU

Nahkoda NU di Sulawesi Barat di masa mendatang, adalah ia yang bisa diterima oleh semua pihak. Lepas dari kepentingan tertentu dan menggandeng niat yang tulus untuk kebaikan organisasi NU di jazirah Mandar ini.

"Selama ini kita sulit menyatu. Maka perjuangan ke-Nu-an kita jadi tidak signifikan," ujar aktivis NU Polman, S Fadlu Al Mahdaly saat dihubungi via pesan singkat What's App.

Yang menjadi persoalan selama ini, menurut Fadlu, ada saja figur di tubuh struktural NU Sulawesi Barat yang tidak memahami secara utuh apa dan bagaimana garis perjuangan NU.

"Ketawanya NU dan menangisnya NU," cetus tokoh kharismatik itu.

S. Fadlu Al Mahdaly. (Foto/Facebook)

Tentangan akan kian massifnya gerakan radikal di tengah masyarakat, menurut Fadlu, wajib dijawab tuntas oleh organisasi NU. Kata dia, peroslan radikalisme adalah satu dari sekian banyak masalah yang harus jadi fokus utama siapapun yang nantinya memimpin organisasi yang lahir sejak 31 Januari 1926 itu.

"Harus ada gerakan kongkrit untuk aktif dan mengaktifkan kiai dan ustadz-ustadz dari kalangan NU untuk mengisi pengajian dan ceramah-ceramah di masjid yang ada di Sulbar. Jangan cuma menyerahkan tanggungjawab membina umat ini kepada NU kultur, tapi NU secara struktur harus berada di depan," tegas S. Fadlu Al Mahdaly. (Naf/A)