Paradigma

Takwa; Berhati-hati Berjalan Menuju Ridho Allah

Wacana.info
Ahmad Zacky Al Mahdaly. (Foto/Facebook)

Oleh: Ahmad Zacky Al Mahdaly (Aktivis NU Polman)

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.

Tujuan utama dari perintah puasa adalah agar kita senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Demikianlah penekanan utama dalam perintah puasa. Secara harfiah, takwa adalah takut kepada Allah SWT. Dalam istilah Takwa dimaknai menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Takut kepada Allah bukanlah sebagaimana takut kepada zat lain, dimana manusia cenderung menjauhi hal-hal yang ditakutinya. Seperti anggota DPR yang takut mengahdapi demonstran dan memilih ke kantin minum kopi, atau meninggalkan ruang rapat saat mendapat giliran untuk berbicara, misalnya.

Ini hanya misal, atau memilih naik kapal laut karena takut naik pesawat. Atau memilih berbohong pada istri saat pulang malam.

Kepada Allah SWT, tidak. Justru takut kepada Allah SWT ditandai dengan upaya mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam pandangan pribadi saya, takut kepada Allah SWT itu adalah berjalan menuju keridhoan Tuhan dengan hati-hati. 'Manini' dalam bahasa Mandar.

Kenapa harus hati-hati?. Karena perjalanan ini dilakukan di bumi. Bumi ini ditumbuhi begitu banyak duri kesesatan dan juga ranjau-ranjau sejarah yang bisa menyesatkan. Maka setiap langkah kaki ini harus dipijakkan di atas tanah-tanah yang arif dan bijaksana.

Penuntunnya adalah Al Quran dan Hadits. karena Al Quran dan Hadist tak bisa kita pahami secara utuh, maka Tuhan telah memberikan kewenangan penuh kepada Ulama sebagai pewaris Nabi untuk melanjutkan risalah.

Di titik ini penting agar awam seperti saya tidak melampaui kewenangan Ulama sebagai pewaris Nabi dalam menetapkan ijtihad cara melakoni kehidupan.

Selanjutnya, apa dampak dari ketakwaan itu ?.

Seperti kutipan surat at talaq ayat 2 di awal tulisan ini, hampir semua manusia pernah menghadapi masalah, ujian ataupun cobaan.  Ada manusia yang tak sanggup menghadapinya, akhirnya mengambil jalan putus asa dan mengahiri hidup.

Itu jelas bukan jalan takwa karena lebih takut pada masalah yang dihadapinya dari pada Tuhan-Nya. Jelas ancaman orang-orang yang putus asa dan bunuh diri mati kafir dan masuk neraka.

Ada yang menemukan jalan keluar dari masalahnya tapi jalan yang tidak diridhoi. Misalnya karena merasa capek menjadi miskin, akhirnya memutuskan melakukan pesugihan. Atau karena ngotot ingin memenangkan permilihan akhirnya dia melakukan cara-cara yang curang, dan seterusnya.

Tentu ini juga bukan ketakwaan, karena berani memilih jalan yang penuh duri kesesatan yang sama sekali tidak diridhoi Allah SWT. Namun orang-orang bertakwa senantiasa bertawakkal pada setiap masalah yang dihadapinya. Dari situlah Allah akan memberinya jalan yang diridhoi.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, demikian tarjemahan Al-Baqarah ayat 286.

Allah SWT tidak akan menganiaya hambanya dengan beban masalah yang tak mampu dipikulnya. Manusia hanya butuh kesabaran, ketabahan, tawakkal, dan ketakwaan untuk segera selesai dan keluar dari maslah itu.

Dengan ketakwaan, Allah SWT juga senantiasa memberi rezeki yang tak disangka-sangka datangnya dari mana.

Setiap hari kita melaut mencari nafkah keluarga, tiba-tiba mendapat kabarBbupati umrahkan 10 orang nelayan setiap desa, dan salah satunya adalah kita, ini hanya misal. Sekali lagi misal...

Wallahu a'lam