Jangan Tunggu Ambo Lenyap !

Wacana.info
Pulau Ambo Diambil Dari Kamera Drone. (Foto/Jalan Jalan Ner)

MAMUJU--Kalau tidak salah, di medio 2013 lalu. Saya yang kala itu masih aktif di salah satu media lokal 'Koran Mandar' berkesempatan untuk berkunjung ke pulau Ambo, pulau terbesar dari 12 pulau berpenghuni di kecamatan Kepulauan Bala Balakang. 

Selain menyoroti serba terbatas di wilayah perbatasan Sulawesi Barat dengan Kalimantan Timur itu, hal yang juga menjadi catatan khusus yang sempat saya rekam waktu itu ialah ancaman abrasi yang kian nyata.

SD dan SMP Satu Atap di Pulau Ambo. (Gambar Diambil Medio 2013 Silam. Foto/Manaf Harmay)

Laporan perjalanan saya ke pulau Ambo kala itu pun oleh 'bos-bos' di redaksi dipilih sebagai headline di koran mingguan tersebut. 'Abrasi; Hantu Menakutkan di Pulau Ambo'. Itu jadi judul utama laporan perjalan saya ke pulau Ambo beberapa tahun silam.

Serba terbatas yang masih dirasakan masyarakat di sana, mulai dari sektor pendidikan kesehatan, pemerintahan, hingga berbagai serba terbatas untuk urusan pubik lainnya. Isu abrasi mendapat porsi besar dalam laporan yang saya buat tersebut.

Sejumlah narasumber saya temui di dua hari perjalanan saya di pulau yang berjarak sekitar 60 Mil dari kota Mamuju itu. Mulai dari kepala desa, hingga beberapa warga di sana sempat saya mintai terstimoninya seputar hantu menakutkan berwujud abrasi tersebut.

Bangunan Masjid di Pulau Ambo yang Di 2013 Lalu Masih Berdiri Kokoh. (Foto/Manaf Harmay)

Dalam pengakuannya, abrasi memang sudah jadi langganan warga di sana. Kondisi seperti itu pun bahkan telah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu. Buktinya, sudah tak terhitung lagi berapa jumlah rumah warga yang terpaksa harus dievakuasi lantaran bangunannya dirusak oleh amukan ombak selat Makassar.

Warga di sana sesungguhnya telah berulang kali menyuarakan ancaman abrasi itu kepada penentu kebijakan baik di kabupaten Mamuju, maupun ke pemerintah provinsi Sulawesi Barat. Meski hingga kini, hasilnya tetap saja; nihil.

Di penghujung 2018 ini, isu seputar hantu menakutkan itu pun kembali mencuat. Baru-baru ini, beredar sejumlah foto dan video di lini masa dunia maya tentang semakin parahnya kondisi pulau yang memiliki sejuta keindahan itu.

Bangunan masjid, satu-satunya masjid yang di 2014 lalu masih berdiri kokoh; tempat saya menunaikan shalat Jumat waktu itu, kini tampak porak poranda. Amukan ombak selat Makassar membuat bangunan masjid itu kini luluh lantak. 

Penampakan Pulau Ambo. (Gambar Diambil Medio 2013 Lalu. Foto/Manaf Harmay)

Belum lagi di beberapa wilayah pemukiman warga di pulau dengan jumlah wajib pilih mencapai 400 orang itu kini sudah mulai digenangi air laut. Akankah mereka lagi-lagi harus mengevakuasi diri ?. Kemana mereka akan pergi di pulau itu ?.

Tak ada hal lain yang lebih mendesak bagi warga Pulau Ambo saat ini selain tanggul pemecah ombak sebagai benteng terdepan menghalau sapuan ombak ke pesisir pulau. Namun, besarnya biaya yang mesti dikeluarkan untuk merealisasikan itu (material plus distribusi material ke pulau Ambo) mungkin jadi pertimbangan pemerintah hingga belum juga mengaminkan permintaan warga di sana.

Tapi, apapun itu, ada ratusan warga Mamuju, warga Sulawesi Barat yang hidup di sana. Ada sekian banyak anak-anak pelanjut estafet kepemimpinan di daerah ini yang berdiam di sana. Apakah kita harus menunggu hingga Ambo lenyap ditelan ombak Selat Makassar ?. (*)

Lantora, Polewali Mandar, 25 Desember 2018