Obituari Azikin Noer

Selamat Jalan Bang King...

Wacana.info
Azikin Noer. (Foto/Facebook)

Masih terus kucoba menahan linangan air mata saat pertama kali kudapat kabar dari beberapa teman-teman soal sahabat, orang tua, guru kami Azikin Noer yang telah meninggal dunia. Sungguh, sedikit pun tak kupercaya kabar tersebut. 

Hingga akhirnya perbincangan di grup WhatsApp PMII Sulbar pagi tadi benar-benar menghentakkan batinku. Bahwa sosok yang mengajariku untuk mengepalkan tangan melawan penindasan itu benar-benar telah pergi memenuhi panggilan Tuhan; Sang Pemilik Semesta. Air mata itu pun tak lagi dapat kutahan.

Masih sangat jelas di telingaku, suara Almarhum medio 2013 lalu saat Beliau pertama kali mengajariku bagaimana menjadi sebagai seorang jurnalis yang ideal.

"Siapa yang kamu wawancarai jangan pernah takut. Kalau dia Bupati, berarti kamu juga Bupati. Kalau dia Gubernur, kamu juga Gubernur," suara dari Almarhum itu begitu nyaring di telingaku.

Pun saat saya berinteraksi dengan dunia NGO dan mendalami ruang-ruang pengorganisasian rakyat. Beliau yang kami panggil Bang King itu merupakan salah satu orang yang paling penting bagi kami semua. 

Beliau tak henti-hentinya terus menggugah kesadaranku, kesdaran kami semua untuk selalu berpihak kepada kaum-kaum terpinggirkan. 

"Jangan tundukkan kepalamu di hadapan penguasa, da raetang. Seorang pejuang jangan takut sendirian karena kamu melawan penindasan," itu pesan Almarhum yang masih kupegang teguh hingga detik ini.

Akhir September 2018 lalu terakhir kali saya menghabiskan banyak waktu bersama Beliau. Saat itu, saya dan beliau bersama para senior lain berangkat ke Jakarta untuk mengikuti Training of Trainer. Bangganya saya bisa bersama Almarhum mengikuti kegiatan tersebut. Beliau yang sudah saya anggap seperti orang tua itu berada dalam panggung yang sama dalam kegiatan yang digelar selama 10 hari tersebut.

"Berarti, ilmuku sudah setingkat dengan Beliau," gumamku dalam hati. 

Benar memang, usianya tak mudah lagi. Namun semangat perlawanan, jangan kau anggap remeh. Kobaran perjuangannya masih begitu terasa  dalam diri Beliau. 10 hari lamanya saya bersama Beliau di kegiatan itu, tak henti-hentinya Beliau mengumandangkan pekikan keberpihakan kepada rakyat.

Kini, kami adik-adikmu pasti akan rindu akan petuah luhur tentang kehidupan manusia, nilai nilai universal pappasang cinta kasih manusia, alam dan Pencipta dari mu. Termasuk merindukan gaya nyentrik yang acap kali kau tunjukkan dengan sarung dan kopiahmu yang katamu itu bentuk kecintaan terhadap bangsa ini.

Tak ada lagi tawamu yang keras memecah keheningan malam saat kita berdiskusi panjang tentang perlawanan. Bait-bait puisimu kini akan menjadi prasasti abadi yang tiap saat bisa kami nikmati kala rindu akan sosokmu menjamah kami semua Bang. 

Selamat jalan Bang King.

Saya bersaksi, kamu adalah orang yang baik...
(*)