Hajrul: Keputusan Bawaslu Murni Ranah Hukum, Bukan Soal Moral

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--DPW PKS Sulawesi Barat ikut mengomentari polemik putusan Bawaslu Mamuju yang akhirnya meloloskan Bacaleg PKS eks narapidana korupsi. Sikap resmi PKS Sulawesi Barat pun disuarakan Sekretaris DPW PKS Sulawesi Barat, Hajrul Malik.

Terdapat Lima poin utama yang menjadi sikap PKS Sulawesi Barat atas kasus yang kini mendapat cukup banyak atensi publik itu. 

"Bahwa pada prinsipnya, pemberantasan korupsi adalah agenda utama, untuk dilaksanakan oleh semua pihak terutama penegak hukum tanpa pandang bulu," kata Hajrul Malik dalam rilis media yang diterima WACANA.Info, Minggu (2/09).

"Bahwa setiap warga negara memiliki hak politik. Kecuali dicabut oleh pengadilan hak politik berdasarkan Undang-Undang. Jadi selama seorang warga negara masih memiliki hak politik, maka ia berhak dipilih dan memilih," sambung Hajrul di poin kedua pernyataannya.

Hajrul juga menegaskan, sengketa Pemilu yang bergulir di Bawaslu yang ujungnya memutuskan untuk meloloskan Bacaleg PKS Dapil Mamuju II, Maksum Dg Manassa itu murni kasus aturan atau kasus hukum. Bukan ranah moral.

"Terkait masalah keputusan Bawaslu adalah ranah penegakan aturan atau hukum. Bukan soal moral. Maka apapun persoalan yang menyangkut problem hukum harus dikembalikan pada Undang Undang yang berlaku. Kami memandang bahwa sikap Bawaslu sudah benar karena melihat fungsi dan kedudukan Undang-Undang lebih tinggi dari PKPU, jadi ketika PKPU bertentangan dgn Undang-Undang, maka itu batal dengan sendirinya," tutur Hajrul pada poin ketifa pernyataan resmi PKS.

Pada poin keempat pernyataan PKS terkait polemik di atas, Hajrul mengutip aturan yang mengizinakan mantan narapidana untuk mencalonkan, asal telah mengumumkannya ke khalayak ramai.

"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum, pasal 240 ayat (1) bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi  persyaratan pada huruf g. 'Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tidak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) Tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana. Pasal 240 ayat (1) huruf g" kata Hajrul dalam rilisnya.

PKS, kata Hajrul merupakan lembaga politik yang juga memikiki sarana mengakder orang untuk menjadi lebih baik. 

"Jika seorang mantan napi yang oleh negara sendiri sudah memulihkan hak dan status sosialnya melalui pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, maka seorang mantan napi lebih potensial berubah jadi lebih baik setelah dikembalikan ke masyarakat," sebut Hajrul Malik di poin kelima pernyataan sikap PKS Sulawesi Barat. (*/Naf)