Terima Kasih, Banjir...

Wacana.info
Salah Satu Titik Banjir di Mamuju. (Foto/Istimewa)

Oleh: Manaf Harmay

Pemimpin Redkasi WACANA.Info

Banjir pasca guyuran hujan bukan hal baru bagi warga Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat ini. Sudah sejak beberapa waktu belakangan, setiap hujan turun dengan intensitas tinggi, banjir hampir pasti mengiringi.

Sebagai seorang wartawan, saya sudah cukup sering menulis berita tentang musibah banjir di kota Mamuju. Entah sudah berapa kalimat yang lahir dari beragam narasumber kurekam jelas pada setiap berita yang telah kumuat sejak beberapa waktu lalu. Terakhir, berita yang kuberi judul 'habis hujan, terbitlah banjir' kubuat dan kupublish Minggu, akhir pekan kemarin.

Karena banjir pasca hujan hampir pasti menjadi sebuah paket yang pakem, saya pun sempat berfikir untuk tak lagi memuat berita seputar musibah banjir di Mamuju.

Bupati Mamuju, Habsi Wahid Saat Meninjau Banjir di Salah Satu Titik di Kota Mamuju. (Foto/Humas Pemkab Mamuju) 

"Sekarang, di Mamuju, banjir sehabis hujan sudah bukan hal yang luar biasa. Ia sudah tak punya nilai berita lagi. Kecuali kalau sudah tidak banjir, itu baru luar biasa," begitu komentarku di salah satu grup whatsapp yang ada di handphone asal Korea Selatan yang kupunya.

Kamis (22/03), bertepatan dengan peringatan hari air sedunia, Mamuju kembali dikepung banjir. Tak seperti musibah banjir sebelum-sebelumnya, kali ini, genangan air di kota Mamuju terbilang lebih ganas. Itu setelah hujan deras mengguyur Mamuju sedari tengah malam hingga siang hari.

Kawasan Mamuju utamanya bagian selatan kota lumpuh total. Sejumlah jalan protokol di kawasan itu sudah seperti aliran sungai. Air yang merendam Jalan Soekarno Hatta, Jalan Gatot Subroto, Jenderal Sudirman, Jalan RE Martadinata serta beberapa jalan lainnya cukup untuk membuat semua jenis kendaraan tak bisa lewat.

Salah Satu Titik Banjir di Mamuju. (Foto/Facebook)

Banjir di kota Mamuju memang sudah bukan barang baru lagi. Tapi kali ini, kondisinya benar-benar parah. Kawasan pemukiman warga yang ada di sekitar jalur tersebut juga ikut merasakan derasnya luapan air. Sebut saja perumahan Haji Basir, perumahan Muthmainnah, begitu juga sebagian rumah di kompleks perumahan Graha Nusa dan kompleks perumahan Legenda yang akhirnya harus pasrah kediamannya digenangi air.

Saya pribadi memang sepertinya sudah tak tertarik lagi untuk memberitakan peristiwa tersebut. Iya, karena banjir di Mamuju sudah bukan hal yang luar biasa lagi. Saya lebih tertarik melihat musibah ini dari dimensi lain. Dari kaca mata berbeda.

Mirip dengan cara pandang Jodhi Yudono, wartawan senior Kompas.com, yang melihat peristiwa tabrakan antara mobil Toyota Fortuner yang ditumpangi Ketua DPR RI, Setya Novanto dengan tiang listrik tak berdosa di bilangan Permata Hijau, Jakarta beberapa waktu lalu.

Lewat tulisannya 'terima kasih Pak Setnov', Jodhi Yudono sang Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) itu menganggap, peristiwa tabrakan Setya Novanto tersebut telah berhasil mempersatukan rakyat Indonesia.

Salah Satu Titik Banjir di Kota Mamuju. (Foto/Facebook)

Sama dengan peristiwa banjir di Mamuju. Tanpa disadari, musibah tersebut cukup untuk membuat masyarakat bersatu dan kompak. Semua gara-gara banjir, masyarakat terbukti menyatu. Semua dari kita sama-sama berempati terhadap para korban banjir.

Lihat saja beberapa postingan teman-teman saya di media sosial facebook. Seharian, sebagian besar dari mereka memposting ungkapan bela sungkawa berikut empati mendalam terhadap para korban banjir di Mamuju.

"Semoga semua yg terkena musibah banjir diseluruh indonesia khususnya Di Mamuju mapaccing dan ibukota SULAWESI BARAT yg malaqbi ini diberikan ketabahan,kesabaran,kekuatan baik lahiriah maupun batiniah. Semoga kita sadar dan merenungkan semuanya bahwa apa yg qta miliki itu bukanlah warisan tapi semua yg kita miliki ini adalah TITIPAN. Pray for mamuju," ungkap akun facebook U-dhetgaluh Rabbhu Rabbhanie Part II.

"Alhmdllh surut, Semoga ini yang terakhir#prayformamuju  #semogakorbantidakbertambahlagi," kata akun facebook Nurmi OnHe lengkap dengan emoticon sedih.

"Innalillahi wa innailaihi rojiun..  Turut berduka untuk korban banjir mamuju hari ini.." ungkap Nur Faika S di akun facebooknya.

Kira-kira, postingan empati warga net untuk para korban banjir di atas bisa mewakili perasaan kita semua dalam melihat musibah banjir yang lagi-lagi terjadi di Mamuju.

Salah Satu Titik Banjir di Kota Mamuju. (Foto/Facebook)

Tak hanya kompak berempati, musibah banjir kali ini juga berhasil membuat masyarakat menjadi semakin peka terhadap geliat pembangunan di Mamuju, tentang pentingnya tata kelola kota serta perencanaan pembangunan di bumi Manakarra ini.

"Soal banjir, mari ambil hikmahnya, tata kota yg baik, perencanaan yg baik dan mari bersama terus jaga lingkungan," ungkap salah seorang teman sesama wartawan, Rahmat FA di akun facebooknya.

"Siapa yang salah???penataan lingkungan daerah aliran air yang tidak sesuai fungsinya atau kita sbgai manusia d selimuti khilaf yang buang smpah smbarangan??," begitu penggalan status facebook yang diunggah oleh Salsabila Adz Zahrah.

Dahsyatnya banjir kali ini terbilang berhasil menyatukan keberagaman masyarakat kita. Tak peduli, ia dari latar belakang profesi, agama, suku, bahkan kiblat politik apapun, semuanya larut dalam suasana empati dan kepekaan yang sama terhadap musibah berikut para korban banjir. Di titik ini, saya melihat pantaslah bagi kita semua mengucap terima kasih kepada banjir itu sendiri.

Banjir kali ini juga membuat masyarakat kita kembali ke landasan kesadarannya bahwa jangankan banjir, sehelai daun yang jatuh dari pohon sekalipun, semuanya terjadi atas izin Tuhan semata. Tak ada daya dan upaya manusia jika itu sudah menjadi ketetapan Sang Penulis Sekenario sesungguhnya. Tuhan semata.

Meski begitu, campur tangan manusia pada setiap kejadian (termasuk banjir) pun tak boleh dinafikkan. Anggap saja sang air menunjukkan kemarahannya lantaran kita yang mungkin keliru memperlakukan lingkungan selama ini. Kondisinya pun kian parah tattkala geliat pembangunan yang terus tumbuh pesat yang bisa saja tak diimbangi oleh tata kota kelola perkotaan yang memadai.

Proses Evakuasi Korban Banjir di Salah Satu Titik di Kota Mamuju. (Foto/Facebook)

Banjir memang telah meluluhlantahkan sebagian wajah kota Mamuju. Korban pasti ada. Itu belum dihitung betapa ruginya kita oleh karena aktivitas yang terhambat seharian ini.

Namun di sisi lain, kita pun patut berterima kasih padanya. Banjir rupanya berhasil menyatukan persepsi kita sekalian, ia sukses menggunggah rasa kemanusiaan dan silaturrahmi kita semua. Begitupun ia yang cukup kuat untuk membuat kita sekalian merefleksi diri, menggugah kepekaan kita akan lingkungan serta tata kelola kawasan perkotaan.

Semoga energi positif lewat empati, silaturrahmi dan kepekaan itu tetap awet, bahkan hingga ke masa-masa yang akan datang. Amin.

Terima kasih banjir...

Banana Nugget and Coffee, Kamis, 22 Maret 2018