Saat Fashion Kian Terbiasa dengan Hijab

Wacana.info
(Foto/Twitter)

Belum lama ini, lini produk kecantikan L’Oreal menuai pemberitaan positif karena menggunakan model wanita berhijab sebagai “wajah” dari produk perawatan rambut terbarunya. Model tersebut ialah Amena Khan, seorang blogger kecantikan dan mode. Namun, berita positif tersebut tak bertahan lama.  

Sementara itu, Amena mengundurkan diri sebagai model L’Oreal karena unggahan yang pernah dilakukannya via akun Twitter beberapa tahun lalu. Amena menulis kalimat yang mengandung sentimen terhadap orang Israel. Netizen menganggap perilakunya tidak relevan dengan pesan keragaman yang ia ungkapkan lewat kampanye L’Oreal. Kampanye tersebut hendak menyebut bahwa setiap wanita memiliki beragam jenis rambut yang harus dijaga keindahannya sesuai dengan karakter.

Sosok-sosok cantik berhijab semakin banyak nampak di hadapan publik, sekitar tiga sampai empat tahun terakhir. Pada 2015, untuk pertama kalinya kontes kecantikan Miss Minnesota Amerika Serikat menerima kontestan berhijab. Sosok tersebut ialah Halima Aden. Usianya belum genap 20 tahun. Ia lahir di sebuah kawasan pengungsian di Kenya dari orangtua berdarah Somalia, Afrika. Di usia enam tahun, keluarga Halima direlokasi ke Minnesota.

“Bertahun-tahun saya berupaya untuk bisa sama seperti orang lain dan bisa membaur dengan mereka. Saya tidak bisa leluasa mengidentifikasikan diri sebagai seorang muslim Somalia atau seorang warga Amerika. Saat mengikuti kontes kecantikan, saya bertanya-tanya. Mengapa tidak ada orang yang berpenampilan seperti saya? Mengapa hal ini terasa seperti bukan hal yang normal? Dan seketika, saya merasa bahwa saya sendirilah yang harus menciptakan kategori ini,” kata Halima kepada Allure.

Dalam kompetisi, Halima masuk dalam 15 besar finalis Miss Minnesota USA. Dalam sesi peragaan busana menggunakan bikini, Halima mengenakan burkini. Selama kompetisi, ia tidak melepas hijabnya. Bagi wanita ini, hijab bagai mahkotanya. Halima mengaku bahwa ia sendiri yang meminta pada sang ibu untuk memakaikan hijab di kepalanya. Ini dilakukannya karena hijab adalah identitas spiritualnya.

Usai menempati posisi 15 besar Miss Minnesota, ia kebanjiran tawaran untuk menjadi model. Halima berjalan di sejumlah panggung peragaan busana koleksi rumah mode seperti Yeezy milik Kanye West dan Alberta Ferreti. 

“Ketika saya berjalan di atas panggung, saya ingin orang melihat bahwa saya mengenakan hijab. Tetapi di samping itu saya juga punya jutaan potensi lain. Saya ingin publik memaknai bahwa mereka melihat seorang wanita,” katanya kepada Vogue. 

Pengikutnya di media sosial bertambah drastis setelah melihat foto Halima saat jadi model. Ia bersyukur karena bisa mendengar wanita sesamanya berterima kasih lantaran bisa melihat sosok yang mirip dengan mereka di media massa. “Saya terkejut melihat respons orang-orang."

“Halima telah merombak batasan dan persepsi tentang kecantikan dengan menjadi diri sendiri,” kata Carine Roitfeld, mantan pemimpin redaksi majalah Vogue Perancis. 

Carine menjadikan Halima model dalam buku mode yang dilansirnya, CR Fashion Book. “Ini di luar ekspektasi saya. Saya bisa menjadi diri sendiri tanpa ada orang yang menekan saya untuk menjadi orang lain. Saya bisa melakukan peragaan busana di Italia,” ungkap Halima lagi, kepada Allure.

Majalah tersebut sempat menjadikan wajahnya sebagai sampul depan. “Dia adalah seorang remaja Amerika. Dan misi kami adalah mendefinisikan kembali standar kecantikan. Halima berhasil merepresentasikan hal itu karena Amerika ialah sebuah melting pot,” tutur Michelle Lee, pemimpin redaksi Allure .

Bila Amerika memiliki Halima, Eropa punya Mariah Idrissi, model hijab pertama yang direkrut oleh lini mode H&M dalam rangka mempromosikan produk demin yang kemudian menjadi populer di kalangan kaum muda Muslim di Inggris. Mariah adalah seorang pekerja di sebuah salon di London. 

Ia rutin mengunggah foto diri yang menggunakan hijab bergaya turban dan atasan berkerah tinggi lewat akun media sosialnya. Ia sendiri tidak tahu alasan pasti mengapa H&M merekrutnya sebagai model. Ia berasumsi merebaknya industri fashion hijab jadi salah satu alasannya.

Di Eropa, fenomena terkait mode muslim atau yang juga disebut dengan modest wear salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan para fashion blogger, di antaranya Dina Toki-O dan Ascia Akf. Selain mengunggah gambar yang menyiratkan penampilan sehari-hari, mereka juga mengisi linimasa dengan cara-cara mengenakan hijab serta turban. 

Muna Abu Sulayman, presenter televisi internasional pertama asal Saudi Arabia berkata bahwa dunia Barat baru saja mengenal fenomena modest wear atau muslim fashion yang sebenarnya telah tumbuh di Asia selama beberapa tahun lalu. Salah satu bentuk “perkenalan” tersebut adalah adanya slot bagi desainer busana muslim dalam perhelatan mode seperti London Fashion Week dan New York Fashion Week.

Laporan dari The Global Islamic Economy yang dilakukan pada 2014-2015 mengindikasikan adanya perkembangan konsumen muslim dalam konsumsi busana dan sepatu, dari $266 miliar pada 2013 menjadi $488 miliar di tahun 2019. Perkembangan tersebut terjadi di sejumlah negara di Asia seperti Tiongkok dan Jepang.           

Lini busana asal Jepang, Uniqlo sempat memanfaatkan peluang tersebut melalui kolaborasi dengan desainer Hana Tajima. Hana mengeluarkan koleksi berjudul LifeWear Collection. Koleksi tersebut dibuat dengan inovasi AIRism, material yang memberi efek menyejukkan bila dikenakan.

Koleksi ini dilansir agar wanita di non-muslim yang tidak menggunakan hijab juga bisa memakai ragam busana yang diproduksi. “Saya rasa ini momen tempat untuk menunjukkan pada publik tentang sisi lain dari wanita muslim,” kata Hana. Koleksi ini pertama dilansir di Asia Tenggara, tetapi produk tersebut disebarkan ke 15 negara di Amerika dan Eropa.

New York Times pernah menulis tentang jumlah kaum muslim yang mayoritas berusia di bawah 30 yang terekspos di dunia digital. Shelina Janmohamed, Vice President of Ogilvy Noor berkata bahwa konsumsi telah menjadi identitas mereka. 

Saat mereka membeli produk yang bisa mendukung praktik dan menegaskan keyakinannya, mereka percaya hal itu bisa membuat mereka jadi muslim yang lebih baik. Peluang pasar yang ditimbulkan oleh wanita muslim turut dilirik oleh rumah mode premium seperti Dolce & Gabbana, DKNY, dan Tommy Hilfiger.  

Di dalam negeri, modest wear tidak lagi hanya didominasi oleh desainer Dian Pelangi, Ria Miranda, atau label Jenahara. Selebritas yang kini menjadi selebgram dengan pengikut jutaan massa, Zaskia Sungkar dan Zaskia Adya Mecca juga terus melansir koleksi anyar bagi bisnis busananya yang menyasar kaum milenial.

Sumber: Tirto.Id