Gejolak Emosi Saat Mantan Menikah

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto.Tirto.Id)

Sedih, marah, dan putus asa bisa terjadi saat seseorang mendengar mantan kekasih menikah...

Bagi sebagian orang yang merasa begitu berelasi atau tersentuh mendengar lagu-lagu macam “Tenda Biru” atau “Someone Like You”, melihat foto pre-wedding mantan pasangan di media sosial atau mendapat undangan pernikahannya bukanlah suatu hal yang gampang diterima.

Berbagai macam perasaan dapat timbul kembali kendati masa-masa bersama mantan telah lama lewat. Mulai dari shock, rasa cemburu, marah, kasihan, takut, rindu, hingga lega bisa datang silih berganti, bahkan setelah pernikahan sang mantan berlangsung. Rasa tidak percaya atau penyangkalan serta obsesi bisa pula mengikuti seseorang setelah melihat update status relasi mantan di media sosial berserta foto-foto bahagianya dengan orang lain.  

Angga (31), bukan nama sebenarnya, mengisahkan pengalaman traumatisnya saat mendengar sang mantan memutuskan untuk menikahi orang lain. Setelah enam tahun berpacaran, Angga dan mantannya memutuskan berpisah, salah satunya karena hubungan mereka tidak direstui oleh orangtua sang mantan. Perasaan kepada satu sama lain belum selesai, bahkan hingga saat ini, tetapi setahun setelah putus, sang mantan memilih menikahi laki-laki lain.  

Ayah satu anak ini memang membiarkan komunikasinya dengan sang mantan tetap terjaga setelah putus. Namun setelah perempuan tersebut menikah, Angga mulai menjaga jarak, bahkan tidak berani bertemu langsung dengannya. 

“Saya enggak sanggup. Waktu diundang ke pernikahannya pun, saya melarikan diri ke kota lain. Yang penting saya enggak melihat peristiwa itu,” tambahnya. Putus asa, cemburu, dan menyesal menjadi perasaan-perasaan yang dominan dirasakannya kala itu.  

“Pada saat itu, saya sempat ingin bunuh diri. Saya juga sempat berpikir, mencari cara untuk menghabisi nyawa calon suaminya yang adalah teman saya sendiri. Saya pernah mau cari dukun atau pembunuh bayaran, kok,” kenang Angga seraya tertawa kecil.

Namun, Angga hanya sebatas di pikiran saja ingin melakukan hal-hal buruk kepada dirinya sendiri atau orang lain. Dua kasus di India menunjukkan tindakan yang lebih jauh lagi dilakukan oleh orang-orang patah hati ditinggal menikah mantannya. 

Di Hamirpur, Uttar Pradesh, seorang perempuan bernama Varsha Sahu nekat menculik mantannya sesaat sebelum laki-laki tersebut menikahi perempuan lain. Di Pune, Sushma G. Temghare sangat marah mendapati mantan suaminya menikahi orang lain sampai-sampai membakar pandal—bagian dari dekorasi dalam pernikahan di India—yang didirikan di lokasi pernikahan. Sebelumnya, perempuan ini juga sempat mengancam sang mantan suami bila ia berani menggelar pernikahan setelah bercerai dengannya.

Kisah Angga dan dua perempuan India tadi berbeda dengan kisah Hamid (26), bukan nama sebenarnya. Ia masih punya nyali untuk menghadiri pernikahan salah satu mantan yang pernah menjalin relasi selama tiga tahun dengannya.

“Perasaan gue saat datang ke nikahan mantan gue sebenarnya bahagia, sih. Bahagia, lega, karena akhirnya dia menemukan cinta sejatinya. Tapi ada juga perasaan ‘mestinya gue sama dia.' Selain itu, gue kepikiran kalau gue sudah menyia-nyiakan waktu selama ini,” ungkap Hamid. 

Di tengah-tengah perasaan yang campur aduk itu, Hamid mengaku tetap ada satu perasaan yang dominan yaitu legawa. Perasaan legawa ini juga dikatakan Hamid didukung oleh situasinya yang kala itu telah memiliki pacar.      

Peristiwa pernikahan sang mantan tidak membuat Hamid sedih, tetapi hal itu membuat dia merefleksikan diri, “Mantan-mantan gue udah pada nikah, udah ada yang punya anak, gue masih begini aja.” 

Komparasi dengan kehidupan orang-orang yang pernah dekat dengan seseorang kerap kali tidak terhindarkan, terlebih bila momen-momen penting dalam hidup mereka tersebar dan sampai ke telinganya. Hamid mengatakan pula, pernikahan mantannya membuat dia merasa kalah, merasa ego sebagai laki-lakinya terlukai.

Memicu Stres

Sebagian orang merasa kesulitan menghadapi kenyataan bahwa mantannya akan menikah karena pernah merasakan pengalaman putus yang sangat memilukan di masa lampau. Menurut Grace Larson, peneliti dan mahasiswi doktoral dari Northwestern University yang berkonsentrasi di bidang psikologi relasi, pengalaman putus bisa mengubah hidup seseorang. Kehilangan sumber afeksi secara fisik, intimasi, dan kepedulian yang timbal balik dapat memicu timbulnya stres, bahkan depresi klinis dalam diri seseorang.

Dampak negatif lainnya dari putus adalah disorientasi arah hidup setelah tidak ada pasangan. Dalam beberapa kasus, relasi yang dijalin dalam jangka waktu panjang sedikit banyak akan mengubah diri seseorang, seperti identitas dan aktivitasnya. 

Misalnya, seseorang yang semula tidak menyukai musik tertentu, lantas menjadi gandrung akan hal itu. Hal ini bisa terjadi entah karena ia benar-benar menyukainya atau menjadi suka musik tersebut untuk membuat pasangannya senang. Setelah relasi bubar, seseorang mungkin mengalami kegamangan akan berbagai hal dalam hidupnya sehingga bisa dapat memicu stres.

Jika perasaan setelah putus seperti ini belum juga usai tetapi seseorang mesti mendapati fakta baru bahwa mantannya akan menikah, hal ini akan menjadi tambahan beban psikis baru. Kemungkinan reaksi yang dipilih seseorang saat mengetahui mantan akan menikah ada dua: menghadapinya (fight) dengan menerima risiko apa pun yang terjadi nanti, atau justru melarikan diri (flight) seperti dalam kasus Angga.

Stres berlarut-larut juga dapat terjadi dalam diri orang yang ditinggal menikah oleh mantannya karena adanya variasi wujud dan lama proses berduka. Psikolog dan pakar relasi dari Toronto, Nicole McCance, menyatakan di GlobalNews bahwa patah hati yang dialami seseorang bisa mempengaruhi penilaian dirinya. Seperti pengalaman Hamid, ia dapat bertanya-tanya, “Mengapa ia tidak memilih saya? Mengapa saya tidak cukup untuknya?”    

Bahkan setelah memiliki pacar dan bisa melanjutkan hidup pun, mengetahui sang mantan telah melupakannya dan berbahagia dengan pasangan baru bisa menyakitkan bagi seseorang. Hal ini bisa dikarenakan sang mantan tidak memperlakukannya dengan baik pada saat mereka berpacaran, tetapi sang mantan malah menemukan kebahagiaan lebih dulu. Menurut McCance, ada perasaan kompetitif yang akhirnya membuat seseorang tidak terima atau berpikir dunia tidak adil bila mantan memiliki hidup lebih baik darinya setelah putus.

Perasaan apa pun yang dialami setelah mendengar kabar mantan akan menikah tidak berarti mesti dinafikan atau ditolak. Mengakui adanya perasaan ini kepada diri sendiri atau bahkan kepada pihak terkait adalah bagian proses yang perlu ditempuh seseorang ketika ingin berkembang agar tidak ada ganjalan di kemudian hari.

Sumber: Tirto.Id